Tari adalah gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras
dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan
tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari
merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya untuk
mencari ungkapan beberapa gerak ritmis.Tari juga bisa dikatakan
sebagai ungkapan ekspresi perasaan manusia yang diubah oleh imajinasi
dibentuk media gerak sehingga menjadi wujud gerak simbolis
sebagai ungkapan koreografer. Sebagai bentuk latihan-latihan, tari
digunakan untuk mengembangkan kepekaan gerak, rasa, dan irama
seseorang. Oleh sebab itu, tari dapat memperhalus pekerti manusia yang
mempelajarinya.
1. Gerak
Gerak
dapat diungkapkan dengan bermacam-macam. Diantara berbagai macam gerak
itu, salah satu diantaranya ada yang mengandung unsur keindahan (sedap
dipandang mata).
Angin
bertiup dari tengah sasmudra mendesak air laut bergerak menuju ke
pantai berupa gelombang samudra, menimbulkan suatu gerakan yang indah
dipandang mata. Daun nyiur di pantai meliuk-liuk atas tiupan angin indah
dalam pandangan mata.
Demikian
pula di musim kemarau kunang-kunang mengibas-ngibaskan sayapnya
menimbulkan cahaya gemerlapan di tengah sawah pada malam hari seperti
cahaya mutiara indah yang sedang memantulkan sinar. Ikan mas berenang
renang ke sana ke mari di dalam akuarium, selain menimbulkan pemandangan
yang indah juga menimbulkan suasana ketenangan.
Tetapi
mengingat bahwa seni tari merupakan salah satu cabang kesenian yang juga
merupakan salah satu hasil budi manusia, maka unsur dasar tari utama
yang berwujud gerak itu, tidak semua gerak dapat dikatakan gerak tari.
Gerak yang berfungsi sebagai materi gerak pokok tari hanyalah
gerakan-gerakan dari bagian tubuh manusia yang telah diolah dari gerak
keadaan wantah menjadi suatu bentuk gerak tertentu. Dalam istilah
kesenian, gerak yang telah mengalami stilisasi atau distorsi.
Dari
hasil pengolahan suatu gerakan atau gerak yang telah mengalami sitisasi
atau distorsi inilah nanti lahir dua jenis gerak tari. Yang pertama
gerak tari yang bersifat gerak murni dan yang kedua bersifat gerak
maknawi.
Gerak murni
adalah gerak tari darihasil pengolahan gerak wantah yang dalam
pengungkapannya tidak mempertimbangkan suatu pengertian dari gerak tari
tersebut. Disini yang dipertimbangkan adalah faktor nilai keindahan
gerak tarinya saja. Misalnya gerak-gerak memutar tangan pada pergelangan
tangan, beberapa gerak leher seperti pacak-jangga di Jawa, dan
sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan gerak maknawi
adalah gerak wantah yang telah diolah menjadi suatu gerak tari yang
dalam pengungkapannya mengandung suatu pengertian atau maksud disamping
keindahannya. Misalnya dalam tari nelayan, kita dapat melihat gerak tari
yang menggambarkan nelayan yang sedang mendayung. Gerak mendayung dalam
tari nelayan ini disamping sedap dilihat karena keindahannya, juga
tampak mengandung suatu arti atau maksud yaitu gambaran seorang nelayan
yang sedang mengayunkan dayungnya agar perahunya dapat laju jalannya.
Di
daerah pedalaman yang jauh dari pantai, seperti di hutan di dareah
Kalimantan atau di Irian Jaya kita banyak mendapatkan ragam tari yang
menggambarkan bagaimana dan dengan apa para pemburu akan manangkap
binatang. Disini banyak digambarkan atau dilukiskan cara menangkap
binatang dengan mengelu-elukan sebatang tombak, atau menarik anak panah.
Dalam suatu bentuk gerak tari jelas bukan merupakan gerak wantah,
tetapi berupa gerak yang telah distilisasi yang hasilnya disamping
mengandung unsur keindahan juga menggambarkan suatu pengertian atau
maksud tertentu. Disini yang digambarkan adalah seorang yang sedang
berburu binatang dengan senjata tombak atau panah.
Di
dataran rendah kita dapati beberapa bentuk tari pertanian, yang
menggambarkan bagaimana cara bercocok tanam atau tarian pengrajin yang
di dalamnya dapat berbentuk penggambaran cara masyarakat sedang menenun
kain, membatik atau membuat perkakas dari tanah liat, dan sebagainya.
Dalam
garapan suatu bentuk tarian, gerak-gerak maknawi ada yang masih tampak
jelas artinya dalam cara pengungkapan geraknya tetapi juga banyak pula
yang dalam pengungkapan geraknya tinggal tampak suatu kiasan saja. Untuk
mencari contoh yang terakhir banyak terdapat dalam garapan tari
tradisional atau tari klasik di pulau Jawa dan Bali. Seperti dalam tari
klasik tradisional di Jawa, kita dapati gerak ragam tari yang disebut
tari usap rawis yang menggambarkan bagaimana mengusap kumis. Ragam tari
ngilo yang mengandung pengertian seseorang yang sedang bercermin setelah
berbusana.
Begitu
pula beberapa ragam tari gerakan perang. Gerak tari nitig paha dan
nuding pada tari Bali mengadung pengertian terperanjat dan marah. Gerak
menghadapkan telapak tangan pada penari lain mengandung pengertian
menolak. Gerak menengadahkan telapak tangan dan muka ke langit berarti
sembah atau sujud memuja Tuhan. Sedangkan menggeleng-gelengkan kepala
berati kecewa, demikian pula gerak mengangguk-anggukkan kepala berarti
setuju. Dengan demikian maka berdasarkan jenis pengungkapan geraknya,
secara garis besar ada dua sifat gerak tari.
Ditinjau dari cara pengungkapannya ada dua bentuk tari, yaitu yang representatif dan yang non representatif.
Tarian yang bersifat representatif yaitu gerak tarinya menggambarkan
suatu pengertian atau maksud tertentu dengan gerakan tarian jelas.
Tarian yang bersifat nonrepresentatif yang gerakan tarinya tidak
menggambarkan suatu pengertian tertentu. Namun demikian dalam
keseluruhan penggarapan sebuah tari pasti tidak meninggalkan salah satu
sifat tersebut di atas. Keduanya saling bertautan dan isi mengisi. Hanya
mana yang lebih ditekankan. Pada garapan-garapan tari non representatif
banyak digunakan gerak murni atau pure movement. Sedang garapan yang
bersifat representatif pasti saja banyak disusun dari gerak-gerak
maknawi atau gesture. Bagi bangsa primitif ada suatu keyakinan bahwa
semakin tepat dan cermat seorang penari melaksanakan gerakan tarinya,
maka semakin tinggi atau semakin ampuh karunianya baik yang bersifat
moral atau material.
Pada
pengobatan misalnya, bila si pawang atau dukun selama menari untuk
memberi pengobatan pada si sakit dapat menunjukkan gerakan-gerakan yang
tepat dan cermat serta penuh konsentrasi, maka ini berarti akan cepat
penyembuhannya bagi si sakit. Demikian pula seorang juru bicara yang
mengungkapkan suatu pengertian lewat gerak dapat tepat dan gempang
diterima, maka ia akan semakin cepat diserap oleh pendengarnya. Dengan
demikian jelaslah bahwa unsur dasar tari yang utama adalah gerak
manusia.
2. Ritme
Di
dalam kehidupan dunia sebagai makroskosmos, ritme ini selalu ada dan
bersifat tetap. Contoh yang paling dekat bahwa matahari selalu terbit
dari sebelah timur. Selanjutnya naik dan berjalan berpindah tempat
sampai tenggelam di sebelah barat pada waktu sore hari. Ritme itu
sendiri sebenarnya merupakan jarak yang tetap. Untuk memberikan suatu
kehidupan maka perjalanan sepanjang jarak ini dilaksanakan dengan adanya
daya naik dan turun. Dalam dunia karawitan atau musik daya tersebut
sangat jalas. Daya ini bisa disebut padang-ulihan atau these-antithese.
Dari inilah maka sebenarnya ritme itu merupakan pola waktu yang
memberikan kehidupan.
3. Iringan
Di
atas telah disebutkan bahwa tari adalah suatu gerak ritmis. Untuk
memperkuat dan memperjelas gerak ritmis dari suatu bentuk tarian dapat
dilaksanakan dengan iringan. Iringan tersebut pada umumnya berupa suara
atau bunyi-bunyian. Sumber bunyi sebagai iringan tari yang pertama
adalah suara manusia sendiri.
Bangsa-bangsa
primitif menari-nari dengan teriakan-teriakan sebagai musik
pengiringnya. Anak kecil menari-nari dengan teriakan iringan nyanyian
suara ibu atau inang pengasuhnya. Selanjutnya pada tingkat berikutnya
demi keserempakan gerak mereka menari-nari dengan tepuk tangan sebagai
pengiringnya. Hal ini ada kalanya disamping dengan nyanyian ada juga
dengan tepuk tangan. Tarian Seudati dari Aceh merupakan tarian pria yang
ditarikan secara massal dikuatkan dengan suatu tepukan tangan pada
perut.
Bangsa
Indian di pedalaman Amerika ataupun bangsa Pigmi di pedalaman benua
Afrika menari-nari dengan menghentakkan kaki ke tanah. Suara yang
ditimbulkan karena hentakan kaki itulah yang dipergunakan sebagai
iringannya. Setelah mereka mengenal senjata atau tongkat, maka suara
hentakan kaki tadi diganti dengan suara yang ditimbulkan dari hentakan
tongkat pada tanah, ataupun suara lain yang ditimbulkan jarena pukulan
tongkat dengan tongkat lain.
Selama
orang laki-laki menari-nari, maka keluarga mereka melingkari sambil
menyanyi ataupun bertepuk tangan membantu menguatkan suara si penari.
Ada kalanya para istri mereka dan anak-anaknya memukul-mukul dahan pohon
yang telah tumbang sebagai alat bunyi-bunyian yang dia mainkan dengan
cara dipukul-pukul, seperti sekarang dapat kita lihat sebagai kentongan
ataupun lesung alat penumbuk padi.
Di
Jawa Tengah sampai saat ini ada suatu pertunjukan yang disebut Ketoprak
lesung, dan lesung tadi dipergunakan sebagai alat bunyi-bunyian
pengiringnya. Disamping alat musik pukul, dalam perkembangannya juga
dikenal alat musik tiu seperti seruling. Tari-tarian yang diiringi
dengan seruling sampai saat ini masih banyak terdapat di pulau Bali.
Bunyi-bunyian dapat pula berbentuk alat petik seperti kecapi Sunda atau
siter dan clempung di Jawa Tengah.
Alat
bunyi lainnya ada yang cara membunyikannya dengan ditepuk baik sebelah
sisi ataupun kedua sisinya, seperti terbang dan gendang. Khusus gendang
disamping cara memainkannya dengan ditepuk dengan tangan ada pula yang
cara memainkannya dengan dipukul dengan sebuah alat pukul seperti bedug.
Perkembangan
selanjutnya, di Indonesia terdapat bermacam-macam alat bunyi-bunyian
yang semuanya sesuai dengan tingkat perkembangan di setiap daerah.
Didaerah Sulawesi sampai sekarang masih hidup suatu tarian yang hanya
diiringi instrumen gendang saja, misalnya tari Bathara. Di daerah
tersebut juga ada tarian yang diiringi dengan gendang/bedug, seruling
dan semacam alat petik seperti instrumen gitar. Di pulau Sumatra kita
lihat banyak tarian yang pada dasarnya diiringi dengan suara rebana,
dengan viol ataupun akordion seperti tari Serampang duabelas, tari
payung.
Ensambel
instrumen pengiring yang lengkap pada umumnya terdapat di pulau Jawa
dan pulau bali. Tariannya telah diiringi dengan saru unit alat
bunyi-bunyian yang disebut gamelan. Dalam buhungannya dengan seni tari,
pada umumnya iringan itu berfungsi sebagai penguat ataupun pembentuk
suasana, misalnya iringan untuk tari perang, untuk mengiringi seorang
pahlawan yang gugur, untuk adegan percintaan dan untuk tari pemujaan.
Perlu diketahui bahwa ada pendapat yang mengatakan bilamana seorang
tidak tahu iringan seperti orang yang kakinya pincang.
4. Tata Rias dan tata Busana
Pada
mulanya para penari memakai pakaian sesuai dengan apa yang pada saat
itu sedang dipakai. Perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kedudukannya
seagai salah satu unsur, maka pakaian atau busananya diatur dan ditata
sesui dengan kebutuhan tari tersebut. Yang paling utama mendapat
perhatian haruslah terlebih dahulu diketahui dan disadari bahwa yang
terpenting adalah pakaian atau busana tersebut harus enak dipakai, tidak
mengganggu gerak tari, menarik dan sedap dipandang. Bila perlu murah
harganya dan mudah didapat.
Di luar
jawa, kecuali daerah Bali, pakaian si penari tampak sangat dengat dengan
orang-orang yang mengiringinya (musician). Sedangkan di pulau Jawa dan
Bali pakaian antara penari dan pengiringnya tampak jauh berbeda.
Lebih-lebih untuk tarian yang mengambil cerita wayang, umpamanya untuk
tokoh Bima dan Rahwana. Bentuk dan warnanya telah mempunyai ketentuan
yang mapan. Ketentuan ini disesuaikan dengan bentuk dan warna
tokoh-tokoh tersebut dalam pewayangan.
Meskipun
dalam kehidupan sehari-hari dikenal bermacam-macam warna, namun dalam
hubungannya dengan kebutuhan pentas, hanyalah beberapa macam warna saja
yang biasa dipergunakan. Warna-warna tersebut diambil berdasarkan arti
simbolis, sebab secara umum setiap bangsa secara turun-temurun telah
memberi suatu pengertian yang bersifat simbolis pada warna-warna
tertentu. Misalnya warna merah berarti berani, warna putih berarti suci,
warna hijau berarti muda atau remaja dan sebagainya.
Selain
bahan pakaian yang dibuat dari kain, juga masih dipakai beberapa
perhiasan seperti kalung, binggel, sumping dan sebagainya. Perhiasan ini
ada yang dibuat dari jenis imitasi dan ada pula yang dibuat dari kulit
binatang. Pada tari tradisional selain perhiasan juga dipakai ikat
kepala., baik berbentuk peci atau ikat kepala yang disusun atau diatur
dari lembaran kain. Untuk tarian yang mengambil cerita wayang, maka
penutup kepala penarinya seperti bentuk kepala pada tokoh wayang
tersebut. Kita dapat melihat di Jawa dan di Bali apa yang disebut gelung
dan tropong.
Sedangkan
tata rias akan membantu menentukan wajah beserta perwatakannya, serta
untuk memperkuat ekspresi. Disini harus diketahui perbedaan antara tata
rias yang dipakai untuk sehari-hari dengan tata rias yang dipakai untuk
pertunjukan tari. Yang dimaksud dengan tata rias sehari-hari adalah yang
dipergunakan untuk kehidupan wajar, misalnya untuk pergi ke sekolah,
darma wisata ataupun untuk mengunjungi suatu upacara. Maka cara
pemakaiannya cukup serba tipis. Demikian pula untuk memperkuat bentuk
mata dan bibir perlu dibantu dengan garis-garis yang tipis saja.
Sedangkan untuk tata rias pertunjukan tari segala sesuatunya diharapkan
harus terlihat lebih jelas. Hal ini selain sebagai penguat perwatakan
dan keindahan juga yang penting diketahui bahwa tata rias ini akan
dinikmati dari jarak jauh. Misalnya dalam memperjelas wajah, maka garis
mata dan alis serta mulut perlu dibuat yang tebal.
Dalam
kehidupan modern seperti sekarang ini bahan tata rias tampaknya sudah
merupakan hal yang tidak sulit dicari. Hanya masalah harganya saja yang
masih sangat tinggi. Namun dapat juga dengan materi (bahan tata rias)
yang relatif murah harganya. Tata rias tari sebagai salah saru cabang
pertunjukan, pada waktu ini masih perlu dibedakan saja. Yaitu tata rias
bagi seni tari yang dipentaskan melalui panggung, melalui televisi
maupun melalui film.
5. Tema
Pada
mulanya, orang menari bukan semata-mata untuk ditonton. Namun dalam
perkembangan terakhir ini tari sengaja disusun untuk dipertontonkan.
Untuk mendekati tercapainya tujuan maka perlu adanya unsur tema. Tema
itu dapat diangkat dari bermacam-macam sumber. Hal ini dapat berasal
dari manusia sendiri, dapat berupa pengalaman hidupnya seperti kegiatan
sehari-hari, kisah ataupun pengalaman hidupnya sejak dalam kandungan ibu
sampai pada masa penguburan junazah. Serta dapat pula dari hasil
budidaya yang antara lain dapat berbentuk cerita-cerita baik yang
bersifat legende, mitos ataupun sejarah. Yang berbentuk cerita misalnya
epos Ramayana, epos Mahabarata. Yang berbentuk legende misalnya Nyai
Roro Kidul dan yang berbentuk sejarah misalnya Pangeran Diponegoro,
Gajah Mada.
Tari
dapat pula diangkat dari tema flora dan fauna. Tema yang diangkat dari
flora atau dunia tumbuh-tumbuhan misalnya tari tani, tari minta hujan,
tari kumbang sari. Yang diangkat dari tema fauna atau dunia binatang
misalnya tari kijang, tari burung, tari angsa dan sebagainya. Ada pula
tari yang diangkat dari alam semesta misalnya tari ombak, tari api dan
sebagainya. Biasanya tema tadi diambil dan disesuaikan dengan alam
sekitarnya serta taraf kehidupan masyarakat pada jamannya.
6. Tempat
Tari
dilakukan oleh manusia. Manusia sendiri adalah makhluk hidup yang
mempunyai ukuran tiga dimensi, yaitu tinggi, panjang dan lebar.
Sedangkan dalam kehidupannya manusia selalu bergerak berpindah-pindah.
Maka untuk melaksanakan suatu kegiatan tari dibutuhkan waktu dan ruangan
atau tempat.
Sepanjang
sejarah kehidupan manusia, kegiatan-kegiatan tari selalu dilakukan di
suatu tempat yang khusus. Tempat itu pada umumnya berbentuk suatu
ruangan yang datar dan terang, artinya dapat dilihat. Mungkin tempat itu
berbentuk suatu halaman atau lapangan yang dilingkari tumbuh-tumbuhan,
baik di luar ataupun di dalam hutan. Mungkin tempat tersebut terletak
di pinggiran sungai atau di tepi laut. Dalam perkembangannya kebudayaan
manusia sampai dewasa ini akhirnya terbentuklah suatu tempat khusus yang
dipergunakan untuk pagelaran seperti bentuk arena, lingkaran ataupun
pendapa. Ada pula tempat pertunjukan yang berbentuk proscenium, yaitu
tempat pertunjukan yang antara penonton dengan yang ditonton dibatasai
dengan suatu bingkai.
Mengingat
bahwa kegiatan ataupun pagelaran seni tari sebagai tontonan melibatkan
dua pihak, yaitu satu pihak yang ditonton dan pihak lain yang menonton,
tentu saja tempat pihak yang ditonton memerlukan persyaratan penerangan
lampu serta tata suara (sound system). Maka untuk mencapai keberhasilan
pagelaran tari dibutuhkan pengaturan tata lampu dan tata suara yang
baik.
7. Waktu
Dalam tarian, dinamika tari
terwujud melalui cepat-lambat gerakan dilakukan oleh penari.
Unsur dinamika ini apabila dijabarkan membutuhkan waktu
gerak. Penari bergerak
menggunakan bagian anggota tubuh dengan cara berpindah tempat, berubah posisi, dan merubah kedudukan tubuh membutuhkan waktu.
Kebutuhan
waktu yang diperlukan untuk perpindahan, perubahan posisi, dan
perubahan kedudukan tubuh membutuhkan waktu. Perubahan gerak,
perpindahan tempat, dan penempatan kedudukan sikap tubuh ekuivalen
dengan kebutuhan waktu yang dapat dijelaskan melalui cepat-lambat,
panjang-pendek, dan banyak-sedikit gerakan dilakukan butuh di dalam
proses yang terjadi. Dengan demikian waktu menjadi bagian integral dari
gerakan yang dilakukan.
8. Tenaga
Dalam gerak tari yang
diperagakan indikasi yang menunjukkan intensitas gerak menjadi salah
satu faktor gerakan tersebut dapat dilakukan dan dihayati. Tenaga
terwujud melalui
kualitas
gerak yang dilakukan. Pencerminan penggunaan dan pemanfaatan tenaga
yang disalurkan ke dalam gerakan yang dilakukan penari merupakan bagian
dari kualitas tari sesuai penghayatan tenaga. Penghasil gerak dalam
hubungannya dengan penggunaan tenaga dalam mengisi gerak tari sehingga
menjadi dinamis, berkekuatan, berisi, dan antiklimak merupakan cara
membangun tenaga dalam menari.
Ekstensi
(penegangan) dan relaksasi (pengendoran) gerak secara keseluruhan
berhubungan dengan kualitas, intensitas, dan penghayatan gerak tari.
Teknik mengakumulasi kualitas dan intensitas gerak tari seyogyanya
dikordinasikan melalui perintah kerja otak secara kordinatif.
9. Ekspresi
Dalam kehidupan sehari-hari,
manusia mengekspresikan diri bergantung pada situasi psikologis yang
bersangkutan dalam menghadapi berbagai masalah. Ekspresi diri manusia
secara umum berbeda cara dan ungkapnannya. Ungkapan ekspresi di dalam
tari lebih cenderung dimanipulasi atau sering disebut distilisasi.
Perbedaan ekspresi diri secara langsung dan ekspresi tari berhubungan
terletak pada perubahan psikologis pembawaan suatu karakter. Ungkapan
penghayatan ekspresi diri terletak pada perbedaan ekspresi sehari-hari
lebih vulgar.
Sebagai
ilustrasi, marah, sedih, dan senyum dalam kehidupan
sehari-hari dapat diekspresikan dengan berbagai cara sesuai kepekaan
diri di dalam melakukan luapan kemarahan dan rasa senyum. Dalam tari
semua ungkapan yang diperagakan harus distilisasi/didistorsi, sehingga
wujud ungkapannya menjadi berbeda dengan keadaan sehari-hari. Di
sinilah letak pembeda cara menghayati sebuah ungkapan ekspresi
diri dan penghayatan karakter dalam seni maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
Ekspresi dalam tari
lebih merupakan daya ungkap melalui tubuh ke dalam aktivitas pengalaman
seseorang yang selanjutnya dikomunikasikan kepada penonton/pengamat
menjadi bentuk gerakan jiwa, kehendak, emosi atas penghayatan peran
yang dilakukan. Dengan demikian daya penggerak diri penari ikut
menentukan penghayatan jiwa ke dalam greget (dorongan perasaan, desakan
jiwa, ekspresi jiwa dalam bentuk tari yang terkendali).
SUMBER :
http://spectradancestudio.wordpress.com/2012/09/02/unsur-dasar-seni-tari/
http://zulfikart.blogspot.com/2011/10/unsur-unsur-tari.html
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Budaya /
Seni Tari
dengan judul "UNSUR-UNSUR DASAR SENI TARI". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://sen1budaya.blogspot.com/2013/08/unsur-unsur-dasar-seni-tari.html
0 komentar "UNSUR-UNSUR DASAR SENI TARI", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment