Saturday, November 3, 2012

LATAR SEJARAH SENI RUPA BARAT (Bagian 2)


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

LATAR SEJARAH SENI RUPA BARAT

Seni Rupa Purba

Beberapa lukisan dinding gua sebagai peninggalan masa prasejarah di Eropa merupakan bukti karya seni rupa tertua dari perkembangan seni rupa Barat. Lukisan gua tersebut menggambarkan goresan-goresan yang umumnya melukiskan binatang perburuan, lukisan arwah nenek moyang, tanda telapak tangan dan kaki. Lukisan dinding gua tersebut dapat digolongkan ke dalam karya-karya yang primitif. Dinamakan primitif karena dari segi cara pengungkapannya tampak adanya spontanitas, bentuk-bentuk yang diungkapkannya cenderung ekspresif, dan bukan peniruan dari realitas bentuk alam. Kecenderungan gaya ekspresi tersebut didasari oleh dorongan spiritualitas dan kepentingan magis. Para pelukisnya belum mempertimbangkan rasio mereka dalam berkarya budaya, dan tidak pula berfilsafat untuk mendasari karya-karyanya. Mereka berkarya secara intuitif dan emosional. Melalui pendekatan emosional inilah tampaknya mewarnai citra estetik yang cenderung simbolistik karena ungkapan perasaannya dilambangkan oleh simbol-simbol sebagai hasil pemikirannya yang naif (bisa juga primordial).
Beberapa ahli menilai bahwa karya lukis prasejarah adalah karya kreatif manusia awal. Nilai ekspresinya yang terwujud dalam goresan visual tak kalah dengan karya lukis akademis dari para seniman moderen. Bahkan muatan magis religius terasa sangat kental dan tajam.
Bahasan seni rupa Barat awal yang juga menjadi peristiwa penting sejarah budaya manusia adalah seni Mesir, Mesopotamia, dan Persia. Bangsa Mesir merupakan bangsa besar di dunia, telah menghasilkan sejumlah karya budaya yang ideal-konvensional dan monumental. Orang-orang Mesir membuat karya pada umumnya didukung oleh suatu spirit tertentu yang berhubungan dengan kepercayaan religinya. Pembuatan patung, relief, atau benda-benda seni lainnya, jika dianalisis akan dihubungkan dengan kehidupan setelah mati. Soedarso Sp (2000:12) menyatakan bahwa para seniman pada masa itu adalah orang-orang yang mengetahui akan resep-resep tertentu dan sekaligus merupakan pekerja-pekerja yang baik. Gambaran tentang dunia diekspresikannya dengan caranya sendiri. Salah satu contoh: orang-orang Mesir Purba menggambarkan ruang dengan jalan membuat garis-garis dasar bersusun-susun makin ke atas berarti makin jauh.
Seni Rupa Klasik
Perkembangan berikutnya di Yunani merupakan perkembangan seni rupa yang telah mencapai puncaknya. Tidak salah jika secara umum perkembangan seni rupa Yunani termasuk perkembangan seni rupa klasik purba. Seni rupa klasik Yunani Purba ini bergaya naturalisme yang diidealisir. Gaya peniruan terhadap bentuk alam yang selalu ditampilkan secara sempurna berdasarkan pendekatan intelektual ini dihasilkan oleh suatu proses kebudayaan yang berlandaskan kerangka filsafat humanisme. Sifat-sifat naturalistis pada karya seni rupa Yunani adalah suatu upaya mendekati peniruan terhadap bentuk alam, khususnya bentuk manusia yang realistik sebagai perwujudan dari pemujaan pada nilai-nilai kesempurnaan manusia. Manusia sebagai mahluk hidup dipandang memiliki kelebihan dari mahluk lain. Di antara budi daya manusia yang menghasilkan produk budaya yang tinggi ialah rasio. Oleh karena segala sesuatu pertimbangan kekaryaan didasari pendekatan rasional maka akan menghasilkan karya seni yang cenderung kaku, dingin, dan menghindari bentuk-bentuk ekspresif dan emosional. Hal ini sangat berbeda dengan kesenian purba yang primitif dari zaman sebelumnya.
Kesenian Yunani yang mengutamakan imitasi alam dengan ditambah sedikit idealisasi menghasilkan suatu jenis kesenian yang tidak emosional, dan penuh perfeksi (Soedarso Sp, 2000:13). Sesuatu yang kreatif spontan tidak mendapat tempat. Kreativitas seniman dibatasi oleh kerangka intelektual.

Pada umumnya kesenian yang seperti ini dipergunakan oleh penciptanya untuk melukiskan dewa-dewanya yang dianggap berbentuk sebagai manusia yang sempurna, sehingga kesenian ini tidak lain adalah bentuk konvensi saja. Meniru bentuk dewa seperti bentuk manusia yang ideal ini berarti mewujudkan ide tentang keluhuran Dewa. Untuk ini sering dinamakan pula tendensi antropomorfisme.
Pewaris kesenian Yunani (Klasik) ialah bangsa Romawi. Bangsa Romawi dapat dikatakan sebagai bangsa yang besar yang mampu menyerap dan mengembangkan kesenian (dan kebudayaan) klasik Yunani. Pengembangan tradisi klasik tetap berakar pada tradisi Yunani. Karya seni rupa Romawi yang pada umumnya berbeda dengan karya Yunani secara fungsional, namun tetap tampak kuat dalam mempertahankan kaidah klasik yang sudah mapan yang telah dihasilkan sebelumnya oleh bangsa Yunani. Dengan kata lain, Romawi sekalipun besar, hasil seninya boleh dikatakan sekedar tiruan saja dari seni Yunani. Dari segi fungsinya, kedua bangsa ini menghasilkan dua bentuk karya budaya yang berbeda. Yunani lebih banyak menghasilkan karya yang befungsi sakral (religius) seperti bangunan kuil, dan patung dewa-dewi. Bangsa Romawi banyak menghasilkan karya seni profan. Romawi memperlihatkan kepada dunia sebagai bangsa yang benar-benar bisa menikmati kehidupan dunia ini. tampak karya-karya yang diciptakan untuk kenikmatan hidup di dunia, misalnya Thermae (tempat pemandian air panas, hangat, dan dingin), Theater (ampi-theater), Basilika (pengadilan), Forum (alun-alun), aneka monumen, pintu gerbang, dan sebagainya. Walaupun demikian karya bangsa Romawi tetap masih mempertahankan ciri klasiknya sebagai warisan bangsa Yunani.

Seni Rupa Abad Pertengahan

Abad pertengahan dinamakan pula abad kegelapan dalam konotasi perkembangan kebudayaan. Hal ini berarti bahwa dalam abad ini telah terjadi suatu babak yang tidak cerah yang mengakibatkan keterbelengguan dunia seni-budaya. Yang tampak muncul dalam abad ini misalnya seni Byzantium yang dipengaruhi dunia Timur.

Byzantium menampilkan seni rupa yang bertemakan religi, serta yang didasari oleh idealisasi yang konvensional. Setelah kerajaan Romawi Barat mengalami keruntuhan, kesenian yang seperti ini menjalar juga ke Barat serta berlangsung dalam waktu yang lama, memenuhi dua zaman, ialah zaman Romaneska (abad V - XII A.D.) dan Gotik (abad XIII) (Soedarso Sp, 2000:13).
Zaman ini dinamakan pula abad kegelapan (the dark age). Dalam abad ini para seniman tidak memiliki kebebasan dalam berkarya, mereka dibatasi oleh kepentingan gereja dan ajaran Kristiani. Banyak karya yang tujuannya hanya untuk kebutuhan agama semata.

Gerakan Seni Renesan

Pada akhir abad kegelapan, Giotto (1266-1337) tampil berkarya dengan pendekatan yang berbeda dengan tokoh sebelumnya. Ia berkarya dengan menggunakan pandangan yang melepaskan diri dari tradisi ajaran Kristiani. Dengan ketajaman pengamatannya, Giotto mencoba untuk menggambarkan subject-matter dengan apa adanya. Ada semacam kekuatan manusiawi dalam melahirkan karya seni dalam diri Giotto. Sebagai seorang pencipta seni, ada kesan yang kuat, bahwa dirinya seakan-akan telah melahirkan kembali seni Yunani yang sudah berabad-abad terpendam itu. Setelah Giotto, bermunculan beberapa pendukung dan pengikutnya yang juga memperjuangkan jalan yang telah dirintis Giotto sebelumnya. Tokoh-tokoh inilah yang juga telah melintasi beberapa abad, akhirnya sampai pada akhir zaman Renesan itu. Renesan dengan kecenderungan mengungkapkan gaya seni naturalisme dengan kekuatan utama dalam menggunakan kaidah-kaidah seni klasik.
Pengertian dan Ciri Karya Seni Rupa Renesan
Kata Renesan (bahasa Perancis: Renaissance) dipungut dari kata Itali Rinascita (abad ke-16). Kata lainnya yang memiliki arti sama: rebirth (bahasa Inggris) yang artinya kelahiran kembali. Kata Itali, Rinascita, dipakai oleh Vassari (ahli sejarah) dalam bukunya Lives of The Painters (1550) untuk memberikan pengertian kelahiran kembali bentuk dn ide purba dalam karya seni Giotto. Para ahli kebudayaan modern menggunakan istilah ini sebagai gejala kebudayaan dari abad ke-15 dan 16 di Itali.
Ciri utama dari karya seni Reneisan ini ialah gaya seni naturalisme. Seni naturalisme Renaissance merupakan kelahiran kembali nilai-nilai seni klasik, yang mencapai puncaknya sekitar tahun 1500-1527. Pusat gerakan Renesan adalah kota Florence berdasarkan pendapat ahli sejarah kesenian umum. Gerakan ini dikelompokkan ke dalam tiga periode perkembangan (Yudoseputro, 1987):
a. Renesan Awal (sekitar tahun 1410-1500)
b. Renesan Tinggi (sekitar tahun 1500-1527)
c. Renesan Akhir (sekitar tahun 1527-1570)
Pembagian tiga periode Renesan itu didasari oleh adanya tiga kecenderungan karakteristik gaya (segi teknis dan estetis). Renesan awal memperlihatkan adanya gaya perintisan naturalisme yang belum sempurna. Renesan tinggi tampak menampilkan karya yang lebih idealistik dengan tingkat pencapaian teknik yang mapan. Pada Renesan akhir perkembangan mengalami penurunan kualitas ideal klasik, sebab idenya hanya berkisar pada peniruan gaya naturalisme lama.
Seniman periode kesatu: Mantegna dari Padua, Piero Della Fransesca dari Urbino, dan Giovanni Bellini dari Venesia. Seniman periode kedua: Leonardo da Vinci, dan Michelangelo dari Florence, diikuti oleh Raphael, Bramante (arsitek yang mendisain SDt. Peter – pusat kesenian Roma). Di Venesia dan Parma (disebut juga gaya Venesia) bekerja seniman Giovanni Bellini, Titian, Giorgione, dan Corregio. Seniman periode ketiga: golongan Manneriot (Manirisme).
Seniman yang disebut pula oleh Janson (1989:207) sebagai ―the great master‖nya dari abad ini adalah Leonardo, Bramante, Michelangelo, Raphael, dan Titian.
Jika dianalisis beberapa karya seni rupa Renesan, tampak gerakan ini memiliki tujuan untuk:
a. menghidupkan kembali sebagai ideal seniman;
b. kebebasan pribadfi, tetapi tetap karyanya sebagai reproduksi akurat dari bentuk luar dunia (alam).
Untuk mencapai tujuan kedua, yaitu meniru bentuk luar dunia secara akurat, dibutuhkan berbagai teknik melukis atau berkarya seni rupa. Pada masa ini ditemukan beberapa teknik penting untuk menghasilkan gaya kebentukan Naturalisme. Penemuan teknik tersebut ialah:
a. Penemuan perspektif matematis untuk melukiskan bentuk dan ruang yang tiga dimensional ke dalam bidang datar (dua dimensional). Misalnya dalam melukiskan pemandangan alam, benda yang memiliki kepejalan, serta atmosfir diperlukan teknik perspektif yang rasional ini, yang jauh tampak jauh, dan yang dekat terkesan dekat pula. Benda yang pejal dan masif berkesan pejal dan masif pula.
b. Untuk mempermudah melukis dengan teknik perspektif itu diperlukan media cat yang baik. Tampaknya penggunaan cat minyak pengganti tempera merupakan temuan yang mendukung pencapaian gelap terang dan kesan atmosfir suatu pandangan. Teknik cat minyak ini lebih memungkinkan pencapaian kesan adanya cahaya dan bayangan, serta nada warna. Pelukis Leonardo da Vinci terkenal dengan gayanya yang cukup baik dalam melukiskan kesan atmosfir (sfumato).
Tema seni Renesan bersumber dari seni budaya Klasik Yunani dan Romawi purba. Namun dilihat dari keseluruhan karyanya bersifat pribadi (humanistis), misalnya pada karya seni lukis, seni patung, dan arsitektur. Tema yang lain misalnya tema lanskap (pemandangan alam), potret, dan tema- tema sekular.
Seniman Renesan adalah seniman yang teguh pendirian dalam mengembangkan dan melestarikan seni klasik Yunani dan Romawi. Namun pada fase Renesan akhir (1527-1570), terlihat adanya kejenuhan dalam berkarya lukis dengan kaidah naturalisme. Ada kecenderungan seniman mengulang-ulang karya yang sudah ada, tanpa memperkayanya dengan imajinasi mereka. Hal inilah yang membuat gaya ini sebagai manirisme karena para pelukis hanya dengan meniru dan meniru tipe lukisan yang sudah ada (misalnya latar lanskap pada lukisan potret), tanpa membuat reka-rupa latar yang lain. Keahlian dalam hal teknis/cara-cara (manner) berkarya seni yang naturalistis sudah sangat baik.
Jika kita kaji seni Renesan, sebenarnya sudah merintis pemunculan individu dalam berkarya seni, dan melepaskan seni dari agama secara bertahap.
Hal ini ditegaskan oleh Soedarso Sp dalam buku Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern (2000:14):
Namun beberapa abad sesudah itulah para seniman betul-betul merupakan individu-individu yang bebas karena sesudah masa Renaissance mereka sekedar berganti tuan, dari menghambakan diri kepada gereja beralih kepada raja. Tentu saja pergantian tuan ini menimbulkan juga pergantian tema lukisan, dari menggambarkan cerita-cerita religius berubah jadi tema- tema kesukaan raja, khususnya raja-raja yang absolut. Misalnya adegan dari mitologi yang menggairahkan, yang cocok untuk menghias dinding-dinding istana. Tradisi seni klasik berlangsung berabad-abad tanpa perubahan orientasi dan tanpa perubahan idealisme yang berarti. Tidak ada pula ide- ide ataupun konsep-konsep baru dalam seni, yang ada hanyalah perbedaan- perbedaan obyek lukisan saja, yang ini melukiskan bidadari mandi, yang itu bidadari duduk, dan sebagainya.

Barok dan Rokoko

Barok berasal dari kata Portugal Baruoco, nama asli dari mutiara yang berbentuk kasar dan tidak teratur. Istilah ini mulai dipakai oleh para kritikus Perancis (pada akhir abad ke-18) dalam konotasi seni yang dekaden.
Pada zaman Barok dan Rokoko sebenarnya merupakan pengulangan naturalisme Renaissance yang lebih kental dengan pesanan-pesanan raja -sebagai patronage. Namun Rokoko sebenarnya merupakan masa terakhir , sebelum perkembangan seni moderen dimulai. Tradisi seni lukis Perancis masa ini dan sebelumnya lebih banyak menggambarkan tema-tema dewi yang cantik-molek dan wanita-wanita istana dengan kulitnya yang merah-jambu dan terutama dipilihkan dari adegan-adegan yang menggairahkan. Perkembangan seni Barok dan Rokoko adalah gejala kemunduran senirupa –menurut pandangan ideal klasik—dan para kritikus waktu itu menamakannya sebagai seni yang dekaden dan ugly. Kemudian timbul pertanyaan, adakah keinginan untuk memulihkan citra seni klasik dan kembali kepada seni klasik yang murni ?
Rokoko disebut pula sebagai gaya seni zaman Louis XV (1723-1760). Rokoko dari kata Rocaile, paralel dengan Baruoco yang berati dekorasi yang serba penuh permainan kerang dan batu. Rokoko merupakan miniatur refinement dari seni Barok.

Seni Neoklasisisme dan Romantisisme

Awal Revolusi Perancis pada sekitar tahun 1789, yang menjadi titik akhir kekuasaan feodalisme di Perancis telah berpengaruh pada perkembangan kebudayaan di dunia. Revolusi Perancis tidak hanya merupakan perubahan tata politik, tata sosial, tetapi juga berpengaruh pada bidang kesenian. Salah satunya yaitu pengaruh raja atas perkembangan seni telah berakhir. Hal lain yang juga menguatkan ialah pengaruh gereja terhadap proses penciptaan seni telah melemah. Hubungan gereja dengan seniman tidak lagi terjalin kuat. Di samping itu, muncul pengelompokan dalam kehidupan budaya yaitu kelompok seniman, industriawan, ilmuwan, pekerja dan buruh pabrik.
Kelompok seniman sedikit demi sedikit menciptakan karya semata-mata memperturutkan panggilan hatinya masing-masing, melukis bukan karena pesanan atau order, melainkan karena ingin melukis. Maka timbul adanya kekuatan pribadi-pribadi seniman (semacam proses individualisasi dan isolasi diri) dalam berkarya seni. Dengan demikian riwayat seni rupa modern dalam sejarah telah tampak tanda-tandanya pada masa ini.
Jacques Louis David (1748-1825) adalah pelukis neoklasik yang tekun mengikuti kaidah akademisme yang bersumber pada kesenian (kebudayaan) klasik dengan beberapa pembaruan, terutama dalam tema dan estetika. Tema seni tidak lagi sepenuhnya berdasarkan pesanan penguasa, walaupun kaidah klasik yang sangat teknis tetap merupakan tali belenggu terhadap kebebasan seniman.
Neoklasik ini muncul mereaksi terhadap fenomena seni Barok/Rokoko dan menganggap bahwa seni Barok/Rokoko itu sudah menyimpang dari kaidah seni klasik, dengan sebutan jelek (ugly) dan penurunan nilai (dekaden). Maka Neoklasik berkeinginan untuk mengembalikan dan memurnikan ideal klasik, dengan mempelajari, menggali, dan mengembangkan kaidah-kaidah kuno Yunani dan Romawi klasik. Bahkan setelah penggalian dua kota kuno Pompeii dan Herculanum, upaya pengkajian seni klasik semakin gencar.
Neoklasik menggunakan pendekatan intelektual dalam berkarya, dan hal ini dipertahankan oleh David beserta pengikutnya. Bahkan David sempat mendirikan akademi untuk membina dan mengembangkan tradisi seni (klasik). Karya David, teman, dan muridnya memperlihatkan corak teknik, estetika, dan tema yang memperlihatkan kesamaan gaya dan konsistensinya pada kaidah klasik. Para kritikus seni abad ke-20 menyebutnya sebagai karya seni yang kaku, dingin, dan terlalu formal. Maka pantaslah jika seni neoklasik yang sudah bertahan puluhan tahun di Perancis dan sekitarnya ini akhirnya ditentang pula oleh Romantisme. Kaum Romantisme menentang Neoklasik dengan berbagai alasan, yaitu :
1) Neoklasik terlalu rasional dalam berkarya;
2) Neoklasik menampilkan tema-tema cerita klasik sebagai cermin kehidupan bangsawan;
3) Neoklasik tidak menonjolkan peranan unsur pribadi.
Sedangkan kaum Romantisisme justru sebaliknya :
1) Romantisisme berkarya melalui pendekatan emosional;
2) Romantisisme lebih banyak menampilkan tema-tema kehidupan dunia misteri, cerita roman, tema yang eksotik (cerita dari negeri China, Islam, Afrika);
3) Romantisisme menonjolkan peranan perasaan pribadi seniman, misalnya dalam segi komposisi yang dinamis (diagonal) dan unsur warna dengan gelap terang yang didramatisir.

Romantisisme

Pendirian akademi pada masa Neoklasisisme bertujuan untuk meneruskan dan mempertahankan tradisi klasik dan sekaligus sebagai pusat kegiatan seni istana. Gaya seni akademi ini selanjutnya diteruskan oleh seni Romantisisme, sehingga sangat wajar jika kedua gaya seni ini (Neoklasisisme dan Romantissme) dinamakan seni akademisme. Hal ini akan menjadi ciri perkembangan seni Perancis di abad ke-18 dan ke-19.
Romantisisme berasal dari kata Perancis, ―roman‖ (cerita), dan memang dalam gaya Romantisisme juga mencerminkan adanya pengaruh sastra roman Perancis. Terutama dalam melukiskan cerita-cerita tragedi yang dasyat, kejadian dramatis yang mencekam.
Romantisisme merupakan gerakan yang meneruskan Neoklasisisme tetapi sekaligus mereaksi dan menentang klasisisme. Pelopor gerakan Romantisisme adalah Theodore Gericault (1791-1824) dengan salah satu karyanya yang terkenal ―Rakit Medusa‖ (1818). Sebagai kelanjutan, Romantisisme tetap merupakan gerakan seni yang lari dari kenyataan hidup, menggarap dunia yang ideal dan misterius dengan menggunakan teknik-teknik akademisme yang rasional.
Perbedaan dasar antara Neoklasisisme dan Romantisisme adalah:
a. Orientasi seni Neoklasisisme pada seni klasik yang serba rasional, sedangkan Romantisisme pada dunia misteri yang baru yang terungkap dari cerita-cerita roman yang emosional dan imajinatif, cerita-cerita dari China, Islam, dan Afrika (eksotisme).
b. Tema seni dalam Neoklasisisme bersumber pada cerita-cerita klasik yang mencerminkan kehidupan para bangsawan, sedangkan tema Romantisisme pada cerita roman dengan kejadian-kejadian yang dramatis mengharukan.
c. Seni Neoklasisisme tidak menonjolkan peranan unsur peibadi, sedangkan Romantisisme justru menonjolkan perasaan pribadi (emosional).

Jika dikaji secara mendalam, karya seni Romantisisme memiliki ciri-ciri khasnya sebagai berikut:
a. Komposisi lukisan tidak statis, tetapi komposisi yang mengungkapkan kesan dramatik, misalnya dengan komposisi diagonal.
b. Unsur warna dan gelap terang ditonjolkan untuk mencapai kesan dramatiknya.
Pelukis yang terkenal dengan menampilkan ciri-ciri tersebut ialah Delacroix (1798-1863). Jiwa Romantisnya tampak pada kebiasaan hidup berpetualang (bohemianisme), meskipun ia sukses dalam lingkungan salon. Ia pemuja pelukis Rubens dan Michelangelo (dari periode Renesan). Karya-karya Delacroix yang terkenal di antaranya ―Pembunuhan besar-besaran di Scio (1824), ―Perburuan Senja, dan ―Perampokan Rebecca.
Pengaruh Romantisisme pernah dialami oleh pelopor seni lukis baru Indonesia yaitu Raden Saleh Syarif Bustaman yang memperoleh pengalaman seni Romantisisme di Eropa.
Neoklasisisme dan Romantisisme adalah dua gerakan dan sekaligus dua aliran (gaya) yang bertentangan. Pertentangan tersebut pada dasarnya tidak lepas dari misi dan visi terhadap seni. Jika dikaji secara mendalam, keduanya masih tetap mempertahankan citra akademisme yang bersumber pada kaidah teknis seni klasik. Keduanya berkarya dengan misteri, dan ikatan tradisi, hingga muncul reaksi berikutnya dari kaum Realisme.

Seni Rupa Realisme

Gerakan Realisme muncul karena menentang seni Neoklasisisme dan Romantisisme. Jika Neoklasisisme menggunakan rasio/intelektualnya dalam mengungkapkan ide, dan Romantisisme menggunakan emosinya, maka Realisme berkeinginan menggambarkan keadaan nyata hidup manusia. Seniman Realisme berkeinginan menggambarkan obyek yang benar-benar real, tanpa ilusi, dan bersumber dari kehidupan sehari-hari. Tokoh Realisme yang dianggap menentang dua aliran sebelumnya -yaitu Fransisco de Goya (1746-1838), Honore Daumier (1807-1879) dan Gustave Courbet (1819-1877). Kejadian di sekitar kehidupan para seniman diungkapkan sebagai tema karya seni. Gaya dan aliran Realisme mengungkapkan citra estetik dan realita kehidupan dengan sikap batin yang lebih otonom. Mereka tidak lagi banyak terikat oleh tradisi seni klasik. Maka tak heran jika banyak para ahli dan kritikus seni yang menamakan realisme sebagai pelopor aliran seni moderen. Bahkan perkembangan selanjutnya kaum realisme sudah menemukan keasyikannya dalam menyerap realitas melalui interpenetrasinya terhadap alam terbuka. Beberapa pelukis pergi langsung melukis ke luar studio, pergi ke desa dan hutan. Mereka akrab dengan lingkungan alam yang asri. Pengamatan langsung terhadap alam akan menimbulkan subyektivitas dalam menangkap gejala alam (persepsi alam). Setiap pelukis menemukan -secara empirik- sesuatu yang baru, yaitu tentang gejala cahaya dan ilmu warna. Dalam sejarah tertulis nama seniman Rousseau, Jules Dupre, JE Millet, dan Corot, yang menamakan dirinya kelomppok Barbizon. Kelompok ini yang menentang seni akademis (sekaligus juga menentang tradisi klasik) karena atas pengalaman hidup mereka di desa Barbizon –dekat hutan Fontainebleau, Paris—menemukan berbagai kebaruan yang bisa memuaskan perasaan dan menyalurkan kebebasan berkarya.
Tema seni rupa (lukis) bersumber pada kejadian sehari-hari yang ada di lingkungan hidup para seniman. Peperangan dan kekejaman dari rezim Napoleon misalnya ditumpahkan pengalaman itu ke dalam karya seni lukis mereka. Di samping itu tema potret juga terkenal dengan ungkapan yang sangat realistis. Realisme Daumier tampak pada karya-karya karikaturnya dengan teknik lithografi.
Dalam penguasaan anatomi dan proporsi tampak pada karya-karya gambarnya. Courbet memandang lukisannya sebagai seni yang kongkrit, yang mengungkapkan sesuatu yang serba menurut kenyataan berdasarkan pencerapan indera. Courbet lebih jelas mengungkap realitas kehidupan manusia seperti tampak dalam karya-karya yang terkenal yaitu: Pemakaman di Ornans, suatu tema lukisan kehidupan biasa yang tidak mungkin ada pada lukisan Neoklasisisme dan Romantisisme.
Sejarah Seni Rupa Modern 16
gaya seni Realisme sering dikacaukan dengan gaya Naturalisme. Kaum Naturalisme berusaha mengungkapan segala sesuatu sesuai dengan wujud kenyataan (nature). Manusia atau alam dengan fenomenanya diungkapkan sebagaimana mata kita memandang dan menangkap. Untuk memberikan kesan mirip dan akurat, artinya bahwa susunan, perbandingan, keseimbangan, tekstur (barik), warna dan unsur-unsur visual lainnya, diusahakan setepat mungkin sesuai mata kita memandang.
Sebaliknya dalam aliran (gaya) Realisme, cenderung melukiskan kenyataan dari kehidupan manusia. Ada kecenderungan seniman untuk menyatakan realitas berdasarkan persepsinya sendiri, baik dari segi internal maupun eksternal, yang diterjemahkan dalam idiomnya yang otonom.
Ada dua sikap fundamental yang dapat dibedakan dalam pernyataan seniman dari gaya Realisme, yaitu:
a. Sikap menyatakan realitas dalam representasi;
b. Sikap menyatakan realitas melalui Metaphora dan Abstraksi (Yudoseputro,1987).
Dalam kesenian modern, para seniman memilih sikap yang kedua sehinggga ungkapan seninya lebih cenderung berasosiasi dengan seni nonrealistik atau disebut seni abstrak. Pada tahun 1830-1840 ada beberapa pelukis yang tergabung dalam ikatan yang disebut kelompok Barbizon, yang gigih menentang akademis. Mereka ini di antaranya Theodore Rousseau, Jules Dupre, J.E. Millet, dan Camille Corot, yang menentang akademis dan meletakkan dasar perkembangan dari aliran Impresionisme. Barbizon adalah nama desa dekan hutan Fontainebleau (dekat Paris), tempat berkumpul para pelukis alam.
Karya Millet bertemakan sekitar kehidupan petani yang mengandung nilai ekspresi dari kehidupan yang keras dan miskin. Pada tahun 1837 meneruskan pelajaran melukis, dan karyanya masuk salon. Beberapa karya lukissannya yang terkenal yaitu Jalanan di Ladang Gandum, Oidipus, Tukang Tampi, dan Penabur Benih.

Corot adalah pelukis Barbizon yang menjadi penghubung tradisi lama dan baru. Tradisi formal yang konstruktif dalam lukisannya terasa sama dengan lukisan Poussin. Sebaliknya dalam lukisan potret, Corot lebih memperlihatkan ciri aliran Realisme. Karya lukisnya yang terkenal yaitu: Pemandangan di Venezia, Wanita Bermutiara, dan Dua Orang dalam Biduk.
Edward Manet adalah pelukis yang termasuk kelompok seniman yang ditolak lukisannya oleh Salon. Dia mengadakan pameran dan penampilan karyanya di Salon Des Refuses. Salon ini adalah tempat pameran yang diadakan oleh Napoleon III untuk menggelar karya-karya seniman yang ditolak oleh Salon dari kelompok akademi (skandal kaum borjuis). Manet sangat tertarik oleh karya Velazquez, juga terpengaruh oleh karya Goya. Di samping itu juga ia memperlihatkan tradisi Jepang (pada pameran Paris World Fair tahun 1862). sesudah tahun 1874 (pameran pertama Impresionisme), Manet makin dekat dengan golongan Impresionisme. Karya lukisannya yang terkenal adalah Emile Zola, Wanita dengan Kipas, Olympia, Boating, dan Le Dejeuner.

Seni Rupa Impresionisme

Istilah Impresionisme dipakai mulai tahun 1874 diarahkan keoada karya para pelukis Realisme Perancis. Istilah ini tercantum dalam judul lukisan Monet, yang dalam katalognya diberi judul ―Impressionism, Rising Sun‖. Nama ini oleh seorang kritikus seni, Louis Leroy dipakai sebagai nama ejekan pameran (eksposisi) kaum Impresionisme. Pada akhir abad ke-19 istilah ini dipandang sebagai gerakan seni lukis modern.
Lukisan Impresionisme menampilan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lukisan adalah pernyataan berdasarkan kebenaran penglihatan (kebenaran optik) dalam penggunaan warna dan cahaya. Atas dasar pengalaman, warna tidak memiliki arti simbolis dan idealisasi seperti dalam Klasisisme dan Rimantisisme (juga nanti dalam Simbolisme). Karena itu Impresionisme disebut juga sebagai aliran Realisme dalam Warna.
b. Pokok lukisan (subject-matter) tidak memegang peranan penting dalam arti mengaburkan pokok lukisan dengan latar belakang. Ini yang disebut devaluasi pokok lukisan.
c. Lukisan berdasarkan ilmu pengetahuan , yaitu pengetahuan tentang cahaya. Cahaya yang tampak putih dapat dibiarkan diuraikan (dibiaskan) melalui kaca prisma menjadi warna-warna pelangi (warna spektrum). Dalam Impresionisme tidak dikenal warna hitam, dan sebagai gantinya adalah warna biru, ungu, atau coklat.
d. Kecenderungan bentuk yang mengaburkan dalam Impresionisme disebabkan oleh karena cara memandang yang menyeluruh pada obyek. Akibatnya garis (kontur) tidak tampak sebagai pembatas bentuk.
Tanda-tanda bahwa Impresionisme memiliki ciri-ciri seni modern yaitu:
a. Karya seni yang tidak mengikatkan pada tradisi seni yang lampau atau yang berlaku.
b. Karya seni yang didukung oleh kebebasan dan pengalaman pribadi seniman, kebebasan berekspresi meskipun berdasarkan konsep Impresionisme.
c. Cita rasa seni yang tidak mengikatkan kepada bentuk yang ada di alam.
d. Karya seni yang didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Para seniman Impresionisme yang pertama didukung dengan adanga kegiatan pameran lukisan dari pelukis Perancis seperti: Renaoir, Sisiley, Pissaro, Cezanne, Degas, Boudin, dan Morisot. Di antara mereka kemudian menjadi pelopor dari gerakan baru dalam seni lukis modern.
Beberapa seniman terkenal dari gaya Impresionisme ialah Monet (1840-1926). Monet sebagai pelukis luar studio (outdoor painting) tidak menonjolkan tokoh manusia dari latar belakang atau dengan jalan menggambarkan latar belakang. Lukisan tidak memperlihatkan bentuk yang jelas yang kemudian menjadi ciri dari gaya Impresionisme. Karya lukisnya antara lain: Dejeuner sur L'herbe (Makan di Rerumputan), Femmes au jardin (Wanita-wanita di Kebun), dan Kolam dengan Teratai.
Pelukis yang lain ialah Renoir (1841-1919). Renoir ialah pelukis yang gemar melukis wanita, karena menurutnya wanita memiliki wujud yang mengasyikkan . Ia melukis wanita dengan warna-warna menggairahkan, cemerlang, yang menjadi ciri Impresionisme. Karena biasa melukis di luar studio, dia melupakan komposisi formal, dan selanjutnya ia tidak lagi banyak berkreasi dalam melukis. Karya lukisnya antara lain: Bertelanjang di Bawah Matahari, Makan Siang di Pesta Perahu, dan Orang Mandi dengan Grifon.
Pelukis potret Impresionisme ialah Degas (1834-1917). Pelukis ini yang menampilkan perwatakan tokoh-tokoh yang memperlihatkan ciri-ciri Impresionisme. Karyanya sangat menonjol karena tema-tema penari Balet dengan kekuatan nilai gambarnyaa yang spontan dengan media pastel. Karyanya yang terkenal: Potret Seorang Gadis, Keluarga Balleli, dan Tarian (Foyer de la Danse).
Ada seorang pelukis cacat dari kelompok ini yaitu Henry de Toulouse Loutrec (1804-1901). Pelukis yang riwayat hidupnya penuh kegetiran, terutama disebabkan karena cacat fisiknya. Dia terkenal karena lukisannya, terutama potret, memeperlihatkan garis-garis yang tegas dan ekspresif, meskipun banyak pula melukis pertunjukan kabaret dengan gaya yang khas Impresionisme. Karya lukisnya yang terkenal antara lain: Au Moulin Rouge, dan Salon di Rue des Moulins.
Pengalaman empirik pelukis Impresionisme tentang kesan warna melahirkan teknik melukis dengan sapuan (totolan) kuas dengan warna murni yang berdekatan dalam bidang lukisan. Ada pembagian sistematik dari nada-nada warna yang dipelajari . Timbullah kesan baru pada lukisan Impresionisme yang disebut Neo Impresionisme. Sesuai dengan tekniknya juga disebut Pointilisme. Para pelukis yang termasuk dalam aliran ini antara lain:
a. Seurat (1859-1891)
b. Paul Signac (1863-1935)
Sejarah Seni Rupa Modern 20
Signac belajar teknik divisionisme dari Seurat yang menemukan teori warna berdasarkan campuran optis dari pigmen yang memberikan kesan membaur dari mata memandang. Gerakan divisionisme sangat berperan pada aliran Fauvisme, dan karya-karya seniman dari aliran itu masuk ke dalam Salon des Independants (1884).
Impresionisme pada umumnya tergolong gerakan yang antiklasik, sebab Impresionisme juga sebenarnya tidaklah berbeda dengan Realisme. Bahkan para ahli menyebutnya sebagai realisme warna atau realisme cahaya. Artinya bahwa Impresionisme tetap disebut sebagai Realisme, hanya dengan pewarnaan yang agak berbeda. Impresionisme menampilkan kekuatan warna sebagai pengganti sinar matahari yang dipantulkan oleh obyek dedaunan, pohon dan yang ada di alam. Tampak yang dilukiskan hanyalah kesan-kesan obyek saja, tanpa detail, tanpa outline (kontur).

1 comment: