Saturday, November 3, 2012

DADAISME (Bagian 11)


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Dasar Perkembangan
Pada awal perkembangannya, Dada merupakan dasar sastra, dan medan kebentukan sebagai produksi yang nyata. Sebenarnya pernyataan merek asendiri menentang seni rupa dan puisi (syair). Dalam karyanya mereka mencoba menertawakan kenyataan yang ada, antara seniman dan sosial. Misalnya dalam kenyataan perang: manusia mengubur manusia. Kebenaran dinilai sebagai perbuatan yang berani dan perilaku dalam proses insdustrialisasi serta koruptor yang lahir karena kerakusan dan nafsu. Kritik sosial seperti ini sangat lugas diungkapkan oleh mereka.
Myers (1980) mengungkapkan bahwa karya dapat dikatakan sebagai ungkapan nyata dari perasaan nihilistik. Perhatikan misalnya karya Monalisa, atau Faountain nya Marchel Duchamp. Memang kritik visual kaum Dada seperti ini akan menggelisahkan dan sekaligus menggelikan masyarakat. Dalam kekaryaan itu mereka menolak seni baik seni rupa maupun musik, namun kegiatan yang dilakukan Dada mereka namakan sendiri sebagai suatu permainan. Dada baru diterima masyarakat sekitar tahun 1920, karena berbicara banyak tentang sesuatu yang masuk akal.
Kelahiran Dada
Pada tahun 1916, sekitar bulan Pebruari, ketika Perang Dunia I sedang berkecamuk, berkumpullah para penyair dan perupa di sebuah tempat yang bernama Cabaret Voltaire, Zurich. Mereka di antaranya : Tristan Tzara (penyair dari Rumania), Hugo Ball dan Richard Hulsenbeck (penulis dari Jerman), serta pematung dari Perancis, Hans Arp.

Dengan sikap humoristik dan konvensional mereka mendirikan kelompok internasional yang diberi nama DADA. Nama ini menurut Soedarso Sp, diambil begitu saja dari sebuah kamus Jerman - Perancis yang kebetulan berarti bahasa anak-anak untuk menyebutkan kedamaian (Soedarso Sp, 1990:115). Sementara itu RA Murianto dalam bukunya Tinjauan Seni, mengartikan Dada yang berasal dari bahasa Perancis itu sebagai mainan anak-anak berbentuk kuda-kudaan (RA Murianto, 1984:78). Dari dunia pendapat tentang arti kata Dada itu, menunjukkan sikap nihilistik mereka. Bisa dikatakan pula bahwa mereka ini termasuk kelompok Golput. Esensi sikap nihilistik itu sebenarnya ingin menolak semua hukum -hukum seni dan keindahan yang ada dan yang sudah mapan. Sikap nihilistik itu juga sebagai bentuk pengejewantahan protes terhadap nilai-nilai sosial yang makin menjadi tidak menentu, karena akibat perang dunia. Dasar perkumpulan orang Dada bukanlah sesuatu program (yang direncanakan). Melainkan karena persamaan nasib dalam melihat pranata sosial yang kian runyam. Jika akan melacak orang yang pertama kali melambungkan istilah Dada sebagai suatu mazhab kesenian, akan sulit menemukannya. Tapi yang jelas, suatu kata tanpa arti menjadi fenomena penjelasan bagi suatu gerakan internasional (Rita Widagdo, 1982:27).
Sikap yang humoristik dan konvensional kaum Dada menyajikan sindiran terhadap realita sosial waktu itu. Dari nama Dada, yang berarti ―kuda mainan‖ merupakan perwujudan dari sikap yang seakan menolak hukum seni, dan isinya sebagai protes terhadap nilai-nilai sosial yang semakin hancur.

Ciri Khas Dadaisme
Ciri khas karya seni Dadaisme ialah bagaimana penggunaan teknik dan cara menyatakan ekspresi yang serba nonkonvensional sehingga tampak aneh. Teori Dada ialah apabila dunia ini selama 300 tahun tidak bisa merencanakan perkembangannya, bagi seorang artis tidak mungkin pura-pura menemukan arti dalam kekacauan ini. Dada menolak setiap kode moral, sosial, maupun estetik.

Pandangan estetik Dada ialah tidak ada estetika. Sikap kemuakan terhadap keadaan dunia, karena perang, karena kekacauan (pandangan Die Neue Sachlichkeit). Para seniman yang termasuk aliran ini antara lain : Max Ernst, Marchel Duchamp dan Schwitters.
Karya seni Dadaisme
Hans Arp membuat lukian dan relief yang mencerminkan suasana Zurich. Ketika itu dia mengkonsentrasikan dirinya pada bentuk-bentuk sederhana, abstrak, dan primitif. Karya pertama Arp ini belum menunjukkan kecenderungan munculnya Dada. Sikap Dada yang pertama kali muncul ketika Arp mengikutsertakan faktor kebetulan dalam proses berkarya (Britt, 1989:211).
Melalui eksperimen yang ditekuni selama bertahun-tahun dan di sana-sini ditingkahi dengan eksperimen yang tak terduga, akhirnya Arp menemukan kebebasan sejati. Salah satu contohnya ketika sebuah gambar yang gagal, disobek. Lalu dibiarkan berserakan di lantai. Tiba-tiba Arp terkejut sekaligus gembira atas sobekan-sobekan gambar itu. Dia pun berteriak ―Eureka‖. Dia menemukan gambaran suatu ekspresi yang telah lama dicarinya. Sobekan—sobekan kertas itu lalu direkatkan dengan penuh ketelitian sebagaimana jatuhnya. Sejak itu Arp berulangkali menggunakan elemen-elemen yang didapatnya secara kebetulan. Contoh lainnya yang sangat menarik dalam rangka eksperimen Arp adalah ketika dia menjatuhkan tali temali ke lantai dengan ketinggian yang variatif. Dia melakukan itu untuk merangsang ide dari tali—tali yang jatuh sehingga membentuuk garis-garis yang ekspresif. Beberapa seniman Dada menggunakan cara ―kebetulan‖ itu hanya dengan sisa-sisa bahan apapun yang ditemui, yang tidak disusun secara sengaja di bawah matra komposisi atau ide gambar yang komprehensif seperti pada kubisme. Begitu perang dunia usai, gerakan Dada di Zurich berhenti dan lenyap. Arp kembali ke sungai Rhein dan membentuk kelompok Dada bersama Max Ernst dan Johan Baargeld pada tahun 1909. Di Paris pada tahun yang sama seniman—seniman seperti Tzara, Jaques Vade, Andre

Beton, Jean Crotti mengibarkan gerakan Dada. Selanjutnya sejak Armory Show 1913, ide-ide Dada berkibar di New York.
Pada bagian lain, fenomena yang terjadi di Zurich, Paris, Jerman dan Amerrika sedang dilanda krisis jati diri sehingga sangat menunjang munculnya pikiran-pikiran khas yang salah satunya dimanfaatkan dan dimanifestasikan sebagai Dadaisme.
Untuk dapat melacak lebih jauh perihal karya seniman Dada maka tidaklah berlebihan kita mengetengahkan motor penggerak Dada yaitu Marchel Duchamp. Dia belajar di Akademi Julian sebagai pelukis muda yang berkiblat pada Kubisme, kemudian dia mengarah pada beberapa masalah Futurisme. Pada tahun 1912 dia mengirim lukisan ukiran 145 x 85 cm ke Armony Show di New York. Berkat lukisan yang berjudul ―nude decending a straicase‖ itu, namanya menjadi terkenal.
Kalau menyimak lukisan Duchamp tersebut, dia hemat menggunakan warna. Terkesan menahan diri. Dia bergerak di antara warna oker, coklat dan hijau. Warna-warna tersebut menegaskan bentuk figur, di mana ada figur yang berdiri sambil menghadap ke depan, samping dan belakang. Dari melihat figur tersebut kita seakan tersadarkan bahwa sebenarnya figur itu hanya satu, tetapi seakan bertumpuk tanpa ―space‖.
Setahun kemudian, tahun 1913, di tempat yang sama (Armony Show), Duchamp membuat karya yang kemudian dianggap sebagai pelopor bagi karya yang kelak membedakan secara tegas aliran yang dianut oleh Duchamp. Pada karya Dada ini, ia merangkai roda depan sebuah sepeda tua yang dipasangkan pada bangku dapur. Dia menancapkan pokok roda sepeda tua tersebut pada lubang di tengah bangku (dingklik) tanpa tambahan sekrup apa pun.
Untuk karya yang diberi judul Bicycle Whell (1913) ini, dia tidak memilih bahan-bahan instan untuk kemudian diubah dengan alasan-alasan estetik seperti terjadi pada kubisme. Duchamp tidak memakai bagian-bagian sepeda karena senang dengan bentuk-bentuk teknis. Tetapi sebaliknya, dia juga tidak ingin mengasingkan benda pakai tersebut bila suatu benda terlepas dari kaitannya dengan lingkungan sehari-hari. Hal itu terlihat dengan jelas ketika Duchamp melepaskan segala penambahan apa pun. Misalnya ketika ia membeli suatu alas pengering botol (1914) yang kemudian dibaptis sebagai karya seni. Pengering botol itu dipamerkan tanpa alas/dasar. Karena menurutnya, alas dasar itu seolah-olah memisahkan obyek dari lingkungan sekelilingnya.
Dalam konteks ini, Duchamp ingin menekankan pada kehadiran obyek an sich, sebagai pengganti karya seni karena obyek nyata itu diletakkan sebelah menyebelah dengan karya seni. Dengan demikian benda di dalam lingkungan yang asing boleh dikatakan mendapat perhatian yang lain, maka cara memecahkan masalahnya pun dengan pendekatan yang lain pula.
Tahun berikutnya, 1915, Duchamp pindah ke New York untuk mengembangkan karirnya. Tahun 1917, Duchamp dengan memakai nama R. Mutt mengirimkan sebuah orinoir pada sebuah pameran yang diberi judul Fountain.
Karya-karya seniman Dada memang cukup sinis. Mereka memaparkan karya seninya mengacu pada konsep yang diyakininya bahwa di dunia ini tidak ada citarasa estetika. Karena dasarnya estetika itu dihasilkan oleh pikiran. Sedangkan kenyataannya di dunia ini sudah mengarah kepada fenomena kekacauan akibat perang dan pertikaian antar umat manusia yang setiap saat bisa kita saksikan di jagad raya ini. Dampak itu semua, menurut mereka, menyebabkan hilangnya keindahan.
Karya-karya kaum Dada memang sinis. Beberapa contoh di bawah ini memperlihatkan hal tersebut :
Sebuah reproduksi lukisan Monalisa yang dibubuhi kumis. Atau anggitan Raoul Hausmann (1919-1920) yang berjudul Mechanical Head. Karya itu merupakan visualisasi sebuah gambaran kepala manusia dari kayu yang di atasnya dipakukan bermacam-macam barang lain seperti mesin jam, meteran, kotak cerutu, dll.
Selain membuat Monalisa yang dibubuhi kumis, Duchamp juga membuat karya spektakuler untuk ukuran saat itu, yaitu membuat karya ready mades. Di antaranya roda sepeda lengkap dengan porosnya ditusukkan pada sebuah dingklik atau bangku (1913), kemudian dia menginstalasi pengering botol (1914), rak botol (1917). Bahkan yang gila lagi dia mengambil urinoir yang diletakkan di atas patung dan diberinya judul ―fountain‖ (1917). Melalui medium seperti itu, Duchamp secera revolusioner ingin mendemonstrasikan bahwa seni dapat dibuat dari benda-benda keseharian yang paling biasa. Dia melakukan proses kreatif semacam itu untuk membuat sindiran tentang praktek berbudaya dan berkesenian masyarakat golongan menengah yang ternyata adalah masyarakat yang ikut membidangi perang dunia I. Duchamp memanfaatkan sebuah benda jadi, urinal (tempat kencing) yang dipasang terbalik dan ditandatangani dengan nama samaran R. Mutt. Karya tersebut diberi judul Fountain, lalu dikirim untuk sebuah kontes seni bagi masyarakat para artis Independent di New York. Dan sayangnya karya tersebut ditolak oleh pihak penyelenggara. Namun demikian karya tersebut secara ironis justru menjadi tonggak sejarah seni yang significant serta banyak ditulis dalam berbagai buku sejarah seni.
Dalam konteks ini ternyatta bukan keindahan fisik karya itu yang menjadi dasar penilaian. Melainkan cara khas Duchamp yang tidak konvensional yang dianggap punya nilai lebih. Sementara itu Hans Arpp, tokoh yang sekaligus pendiri Dada menciptakan Automatic Drawing dan Tristan Tzara menggabungkan kata-kata tertulis di kartu-kartu menjadi komposisi kata sehingga terciptalah puisi dengan kalimat-kalimat yang dihasilkan dari potongan kata tersebut.
Pengikut Dadaisme di Jerman antara lain: G. Groszdan Franci Picabia yang lukisannya diberi judul Rose des Pentos. Di samping itu dasar gores dengan lukisan berjudul Empereur de La Chine.

1 comment: