Penduduk desa yang tersebar di sekitar
Cirebon hanyalah pewaris dan bukan penciptanya. Penduduk desa ini adalah
juga penerus dari para penari Keraton Cirebon yang dahulu
memeliharanya. Penari-penari dan penabuh gamelan Keraton pada jaman
penjajahan Belanda mata pencaharian semakin sulit sehingga harus mencari
sumber hidupnya di rakyat pedesaan.
Topeng Cirebon yang semula berpusat di
Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan
seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat
mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir
dengan keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya”
Topeng Cirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan serta
berkembang di pelosok-pelosok Kecamatan antara lain : Klangenan, Plumbon
serta Arjawinangun, sedangkan di Kota Cirebon sendiri sudah tergeserkan
oleh kesenian yang lebih modern. Namun demikian masih terlihat adanya
kultur Kraton yang mengajarkan adab kebangsawanan dalam pementasannya
yang berbaur dengan kultur rakyat yang sederhana dilihat dari pakaian
yang dikenakan para penarinya.
Dalam pengangkatan ceritera dalam pementasan adalah ceritera Panji dalam lima siklus karakter kehidupan, antara lain :
1. Panji–tahap kelahiran,
2. Samba ( Pamindo )–tahap kanak-kanak,
3. Rumyang–tahap dewasa,
4. Tumenggung ( Patih ) –tahap memperoleh kedudukan dalam masyarakat,
5. Ruwana ( Rahwana ) dan Klana–tahap manusia yang telah dikuasai berbagai nafsu.
Dalam
pengangkatan karakter topeng sangat ter ekpresi oleh pola-pola gerakan
tubuh para penari, sehingga tari topeng Cirebon ini sangat indah dalam
pementasannya.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Seni Rupa
dengan judul "TOPENG CIREBON". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://sen1budaya.blogspot.com/2012/12/topeng-cirebon.html
0 komentar "TOPENG CIREBON", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment