Friday, August 23, 2013

UNSUR-UNSUR DASAR SENI TARI


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Tari adalah gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari merupakan desakan   perasaan   manusia   di   dalam   dirinya   untuk   mencari ungkapan beberapa gerak ritmis.Tari juga bisa dikatakan sebagai ungkapan ekspresi perasaan manusia yang diubah oleh imajinasi dibentuk  media  gerak  sehingga  menjadi  wujud  gerak  simbolis sebagai ungkapan koreografer. Sebagai bentuk latihan-latihan, tari digunakan untuk mengembangkan kepekaan gerak, rasa, dan irama seseorang. Oleh sebab itu, tari dapat memperhalus pekerti manusia yang mempelajarinya.

 1. Gerak

Gerak dapat diungkapkan dengan bermacam-macam. Diantara berbagai macam gerak itu, salah satu diantaranya ada yang mengandung unsur keindahan (sedap dipandang mata).
Angin bertiup dari tengah sasmudra mendesak air laut bergerak menuju ke pantai berupa gelombang samudra, menimbulkan suatu gerakan yang indah dipandang mata. Daun nyiur di pantai meliuk-liuk atas tiupan angin indah dalam pandangan mata.
Demikian pula di musim kemarau kunang-kunang mengibas-ngibaskan sayapnya menimbulkan cahaya gemerlapan di tengah sawah pada malam hari seperti cahaya mutiara indah yang sedang memantulkan sinar. Ikan mas berenang renang ke sana ke mari di dalam akuarium, selain menimbulkan pemandangan yang indah juga menimbulkan suasana ketenangan.
Tetapi mengingat bahwa seni tari merupakan salah satu cabang kesenian yang juga merupakan salah satu hasil budi manusia, maka unsur dasar tari utama yang berwujud gerak itu, tidak semua gerak dapat dikatakan gerak tari. Gerak yang berfungsi sebagai materi gerak pokok tari hanyalah gerakan-gerakan dari bagian tubuh manusia yang telah diolah dari gerak keadaan wantah menjadi suatu bentuk gerak tertentu. Dalam istilah kesenian, gerak yang telah mengalami stilisasi atau distorsi.
Dari hasil pengolahan suatu gerakan atau gerak yang telah mengalami sitisasi atau distorsi inilah nanti lahir dua jenis gerak tari. Yang pertama gerak tari yang bersifat gerak murni dan yang kedua bersifat gerak maknawi.
Gerak murni adalah gerak tari darihasil pengolahan gerak wantah yang dalam pengungkapannya tidak mempertimbangkan suatu pengertian dari gerak tari tersebut. Disini yang dipertimbangkan adalah faktor nilai keindahan gerak tarinya saja. Misalnya gerak-gerak memutar tangan pada pergelangan tangan, beberapa gerak leher seperti pacak-jangga di Jawa, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan gerak maknawi adalah gerak wantah yang telah diolah menjadi suatu gerak tari yang dalam pengungkapannya mengandung suatu pengertian atau maksud disamping keindahannya. Misalnya dalam tari nelayan, kita dapat melihat gerak tari yang menggambarkan nelayan yang sedang mendayung. Gerak mendayung dalam tari nelayan ini disamping sedap dilihat karena keindahannya, juga tampak mengandung suatu arti atau maksud yaitu gambaran seorang nelayan yang sedang mengayunkan dayungnya agar perahunya dapat laju jalannya.
Di daerah pedalaman yang jauh dari pantai, seperti di hutan di dareah Kalimantan atau di Irian Jaya kita banyak mendapatkan ragam tari yang menggambarkan bagaimana dan dengan apa para pemburu akan manangkap binatang. Disini banyak digambarkan atau dilukiskan cara menangkap binatang dengan mengelu-elukan sebatang tombak, atau menarik anak panah. Dalam suatu bentuk gerak tari jelas bukan merupakan gerak wantah, tetapi berupa gerak yang telah distilisasi yang hasilnya disamping mengandung unsur keindahan juga menggambarkan suatu pengertian atau maksud tertentu. Disini yang digambarkan adalah seorang yang sedang berburu binatang dengan senjata tombak atau panah.
Di dataran rendah kita dapati beberapa bentuk tari pertanian, yang menggambarkan bagaimana cara bercocok tanam atau tarian pengrajin yang di dalamnya dapat berbentuk penggambaran cara masyarakat sedang menenun kain, membatik atau membuat perkakas dari tanah liat, dan sebagainya.
Dalam garapan suatu bentuk tarian, gerak-gerak maknawi ada yang masih tampak jelas artinya dalam cara pengungkapan geraknya tetapi juga banyak pula yang dalam pengungkapan geraknya tinggal tampak suatu kiasan saja. Untuk mencari contoh yang terakhir banyak terdapat dalam garapan tari tradisional atau tari klasik di pulau Jawa dan Bali. Seperti dalam tari klasik tradisional di Jawa, kita dapati gerak ragam tari yang disebut tari usap rawis yang menggambarkan bagaimana mengusap kumis. Ragam tari ngilo yang mengandung pengertian seseorang yang sedang bercermin setelah berbusana.
Begitu pula beberapa ragam tari gerakan perang. Gerak tari nitig paha dan nuding pada tari Bali mengadung pengertian terperanjat dan marah. Gerak menghadapkan telapak tangan pada penari lain mengandung pengertian menolak. Gerak menengadahkan telapak tangan dan muka ke langit berarti sembah atau sujud memuja Tuhan. Sedangkan menggeleng-gelengkan kepala berati kecewa, demikian pula gerak mengangguk-anggukkan kepala berarti setuju. Dengan demikian maka berdasarkan jenis pengungkapan geraknya, secara garis besar ada dua sifat gerak tari.
Ditinjau dari cara pengungkapannya ada dua bentuk tari, yaitu yang representatif dan yang non representatif. Tarian yang bersifat representatif yaitu gerak tarinya menggambarkan suatu pengertian atau maksud tertentu dengan gerakan tarian jelas. Tarian yang bersifat nonrepresentatif yang gerakan tarinya tidak menggambarkan suatu pengertian tertentu. Namun demikian dalam keseluruhan penggarapan sebuah tari pasti tidak meninggalkan salah satu sifat tersebut di atas. Keduanya saling bertautan dan isi mengisi. Hanya mana yang lebih ditekankan. Pada garapan-garapan tari non representatif banyak digunakan gerak murni atau pure movement. Sedang garapan yang bersifat representatif pasti saja banyak disusun dari gerak-gerak maknawi atau gesture. Bagi bangsa primitif ada suatu keyakinan bahwa semakin tepat dan cermat seorang penari melaksanakan gerakan tarinya, maka semakin tinggi atau semakin ampuh karunianya baik yang bersifat moral atau material. 
Pada pengobatan misalnya, bila si pawang atau dukun selama menari untuk memberi pengobatan pada si sakit dapat menunjukkan gerakan-gerakan yang tepat dan cermat serta penuh konsentrasi, maka ini berarti akan cepat penyembuhannya bagi si sakit. Demikian pula seorang juru bicara yang mengungkapkan suatu pengertian lewat gerak dapat tepat dan gempang diterima, maka ia akan semakin cepat diserap oleh pendengarnya. Dengan demikian jelaslah bahwa unsur dasar tari yang utama adalah gerak manusia.

2. Ritme

Di dalam kehidupan dunia sebagai makroskosmos, ritme ini selalu ada dan bersifat tetap. Contoh yang paling dekat bahwa matahari selalu terbit dari sebelah timur. Selanjutnya naik dan berjalan berpindah tempat sampai tenggelam di sebelah barat pada waktu sore hari. Ritme itu sendiri sebenarnya merupakan jarak yang tetap. Untuk memberikan suatu kehidupan maka perjalanan sepanjang jarak ini dilaksanakan dengan adanya daya naik dan turun. Dalam dunia karawitan atau musik daya tersebut sangat jalas. Daya ini bisa disebut padang-ulihan atau these-antithese. Dari inilah maka sebenarnya ritme itu merupakan pola waktu yang memberikan kehidupan. 

3. Iringan

Di atas telah disebutkan bahwa tari adalah suatu gerak ritmis. Untuk memperkuat dan memperjelas gerak ritmis dari suatu bentuk tarian dapat dilaksanakan dengan iringan. Iringan tersebut pada umumnya berupa suara atau bunyi-bunyian. Sumber bunyi sebagai iringan tari yang pertama adalah suara manusia sendiri.
Bangsa-bangsa primitif menari-nari dengan teriakan-teriakan sebagai musik pengiringnya. Anak kecil menari-nari dengan teriakan iringan nyanyian suara ibu atau inang pengasuhnya. Selanjutnya pada tingkat berikutnya demi keserempakan gerak mereka menari-nari dengan tepuk tangan sebagai pengiringnya. Hal ini ada kalanya disamping dengan nyanyian ada juga dengan tepuk tangan. Tarian Seudati dari Aceh merupakan tarian pria yang ditarikan secara massal dikuatkan dengan suatu tepukan tangan pada perut.
Bangsa Indian di pedalaman Amerika ataupun bangsa Pigmi di pedalaman benua Afrika menari-nari dengan menghentakkan kaki ke tanah. Suara yang ditimbulkan karena hentakan kaki itulah yang dipergunakan sebagai iringannya. Setelah mereka mengenal senjata atau tongkat, maka suara hentakan kaki tadi diganti dengan suara yang ditimbulkan dari hentakan tongkat pada tanah, ataupun suara lain yang ditimbulkan jarena pukulan tongkat dengan tongkat lain.
Selama orang laki-laki menari-nari, maka keluarga mereka melingkari sambil menyanyi ataupun bertepuk tangan membantu menguatkan suara si penari. Ada kalanya para istri mereka dan anak-anaknya memukul-mukul dahan pohon yang telah tumbang sebagai alat bunyi-bunyian yang dia mainkan dengan cara dipukul-pukul, seperti sekarang dapat kita lihat sebagai kentongan ataupun lesung alat penumbuk padi.
Di Jawa Tengah sampai saat ini ada suatu pertunjukan yang disebut Ketoprak lesung, dan lesung tadi dipergunakan sebagai alat bunyi-bunyian pengiringnya. Disamping alat musik pukul, dalam perkembangannya juga dikenal alat musik tiu seperti seruling. Tari-tarian yang diiringi dengan seruling sampai saat ini masih banyak terdapat di pulau Bali. Bunyi-bunyian dapat pula berbentuk alat petik seperti kecapi Sunda atau siter dan clempung di Jawa Tengah.
Alat bunyi lainnya ada yang cara membunyikannya dengan ditepuk baik sebelah sisi ataupun kedua sisinya, seperti terbang dan gendang. Khusus gendang disamping cara memainkannya dengan ditepuk dengan tangan ada pula yang cara memainkannya dengan dipukul dengan sebuah alat pukul seperti bedug.
Perkembangan selanjutnya, di Indonesia terdapat bermacam-macam alat bunyi-bunyian yang semuanya sesuai dengan tingkat perkembangan di setiap daerah. Didaerah Sulawesi sampai sekarang masih hidup suatu tarian yang hanya diiringi instrumen gendang saja, misalnya tari Bathara. Di daerah tersebut juga ada tarian yang diiringi dengan gendang/bedug, seruling dan semacam alat petik seperti instrumen gitar. Di pulau Sumatra kita lihat banyak tarian yang pada dasarnya diiringi dengan suara rebana, dengan viol ataupun akordion seperti tari Serampang duabelas, tari payung.
Ensambel instrumen pengiring yang lengkap pada umumnya terdapat di pulau Jawa dan pulau bali. Tariannya telah diiringi dengan saru unit alat bunyi-bunyian yang disebut gamelan. Dalam buhungannya dengan seni tari, pada umumnya iringan itu berfungsi sebagai penguat ataupun pembentuk suasana, misalnya iringan untuk tari perang, untuk mengiringi seorang pahlawan yang gugur, untuk adegan percintaan dan untuk tari pemujaan. Perlu diketahui bahwa ada pendapat yang mengatakan bilamana seorang tidak tahu iringan seperti orang yang kakinya pincang.

4. Tata Rias dan tata Busana

Pada mulanya para penari memakai pakaian sesuai dengan apa yang pada saat itu sedang dipakai. Perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kedudukannya seagai salah satu unsur, maka pakaian atau busananya diatur dan ditata sesui dengan kebutuhan tari tersebut. Yang paling utama mendapat perhatian haruslah terlebih dahulu diketahui dan disadari bahwa yang terpenting adalah pakaian atau busana tersebut harus enak dipakai, tidak mengganggu gerak tari, menarik dan sedap dipandang. Bila perlu murah harganya dan mudah didapat.
Di luar jawa, kecuali daerah Bali, pakaian si penari tampak sangat dengat dengan orang-orang yang mengiringinya (musician). Sedangkan di pulau Jawa dan Bali pakaian antara penari dan pengiringnya tampak jauh berbeda. Lebih-lebih untuk tarian yang mengambil cerita wayang, umpamanya untuk tokoh Bima dan Rahwana. Bentuk dan warnanya telah mempunyai ketentuan yang mapan. Ketentuan ini disesuaikan dengan bentuk dan warna tokoh-tokoh tersebut dalam pewayangan.
Meskipun dalam kehidupan sehari-hari dikenal bermacam-macam warna, namun dalam hubungannya dengan kebutuhan pentas, hanyalah beberapa macam warna saja yang biasa dipergunakan. Warna-warna tersebut diambil berdasarkan arti simbolis, sebab secara umum setiap bangsa secara turun-temurun telah memberi suatu pengertian yang bersifat simbolis pada warna-warna tertentu. Misalnya warna merah berarti berani, warna putih berarti suci, warna hijau berarti muda atau remaja dan sebagainya.
Selain bahan pakaian yang dibuat dari kain, juga masih dipakai beberapa perhiasan seperti kalung, binggel, sumping dan sebagainya. Perhiasan ini ada yang dibuat dari jenis imitasi dan ada pula yang dibuat dari kulit binatang. Pada tari tradisional selain perhiasan juga dipakai ikat kepala., baik berbentuk peci atau ikat kepala yang disusun atau diatur dari lembaran kain. Untuk tarian yang mengambil cerita wayang, maka penutup kepala penarinya seperti bentuk kepala pada tokoh wayang tersebut. Kita dapat melihat di Jawa dan di Bali apa yang disebut gelung dan  tropong.
Sedangkan tata rias akan membantu menentukan wajah beserta perwatakannya, serta untuk memperkuat ekspresi. Disini harus diketahui perbedaan antara tata rias yang dipakai untuk sehari-hari dengan tata rias yang dipakai untuk pertunjukan tari. Yang dimaksud dengan tata rias sehari-hari adalah yang dipergunakan untuk kehidupan wajar, misalnya untuk pergi ke sekolah, darma wisata ataupun untuk mengunjungi suatu upacara. Maka cara pemakaiannya cukup serba tipis. Demikian pula untuk memperkuat bentuk mata dan bibir perlu dibantu dengan garis-garis yang tipis saja. Sedangkan untuk tata rias pertunjukan tari segala sesuatunya diharapkan harus terlihat lebih jelas. Hal ini selain sebagai penguat perwatakan dan keindahan juga yang penting diketahui bahwa tata rias ini akan dinikmati dari jarak jauh. Misalnya dalam memperjelas wajah, maka garis mata dan alis serta mulut perlu dibuat yang tebal.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini bahan tata rias tampaknya sudah merupakan hal yang tidak sulit dicari. Hanya masalah harganya saja yang masih sangat tinggi. Namun dapat juga dengan materi (bahan tata rias) yang relatif murah harganya. Tata rias tari sebagai salah saru cabang pertunjukan, pada waktu ini masih perlu dibedakan saja. Yaitu tata rias bagi seni tari yang dipentaskan melalui panggung, melalui televisi maupun melalui film.

5. Tema

Pada mulanya, orang menari bukan semata-mata untuk ditonton. Namun dalam perkembangan terakhir ini tari sengaja disusun untuk dipertontonkan. Untuk mendekati tercapainya tujuan maka perlu adanya unsur tema. Tema itu dapat diangkat dari bermacam-macam sumber. Hal ini dapat berasal dari manusia sendiri, dapat berupa pengalaman hidupnya seperti kegiatan sehari-hari, kisah ataupun pengalaman hidupnya sejak dalam kandungan ibu sampai pada masa penguburan junazah. Serta dapat pula dari hasil budidaya yang antara lain dapat berbentuk cerita-cerita baik yang bersifat legende, mitos ataupun sejarah. Yang berbentuk cerita misalnya epos Ramayana, epos Mahabarata. Yang berbentuk legende misalnya Nyai Roro Kidul dan yang berbentuk sejarah misalnya Pangeran Diponegoro, Gajah Mada.
Tari dapat pula diangkat dari tema flora dan fauna. Tema yang diangkat dari flora atau dunia tumbuh-tumbuhan misalnya tari tani, tari minta hujan, tari kumbang sari. Yang diangkat dari tema fauna atau dunia binatang misalnya tari kijang, tari burung, tari angsa dan sebagainya. Ada pula tari yang diangkat dari alam semesta misalnya tari ombak, tari api dan sebagainya. Biasanya tema tadi diambil dan disesuaikan dengan alam sekitarnya serta taraf kehidupan masyarakat pada jamannya.

6. Tempat

Tari dilakukan oleh manusia. Manusia sendiri adalah makhluk hidup yang mempunyai ukuran tiga dimensi, yaitu tinggi, panjang dan lebar. Sedangkan dalam kehidupannya manusia selalu bergerak berpindah-pindah. Maka untuk melaksanakan suatu kegiatan tari dibutuhkan waktu dan ruangan atau tempat.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, kegiatan-kegiatan tari selalu dilakukan di suatu tempat yang khusus. Tempat itu pada umumnya berbentuk suatu ruangan yang datar dan terang, artinya dapat dilihat. Mungkin tempat itu berbentuk suatu halaman atau lapangan yang dilingkari tumbuh-tumbuhan, baik di luar ataupun di dalam hutan. Mungkin tempat  tersebut terletak di pinggiran sungai atau di tepi laut. Dalam perkembangannya kebudayaan manusia sampai dewasa ini akhirnya terbentuklah suatu tempat khusus yang dipergunakan untuk pagelaran seperti bentuk arena, lingkaran ataupun pendapa. Ada pula tempat pertunjukan yang berbentuk proscenium, yaitu tempat pertunjukan yang antara penonton dengan yang ditonton dibatasai dengan suatu bingkai.
Mengingat bahwa kegiatan ataupun pagelaran seni tari sebagai tontonan melibatkan dua pihak, yaitu satu pihak yang ditonton dan pihak lain yang menonton, tentu saja tempat pihak yang ditonton memerlukan persyaratan penerangan lampu serta tata suara (sound system). Maka untuk mencapai keberhasilan pagelaran tari dibutuhkan pengaturan tata lampu dan tata suara yang baik.

7. Waktu

Dalam tarian, dinamika tari terwujud melalui cepat-lambat gerakan  dilakukan  oleh  penari.    Unsur  dinamika  ini  apabila dijabarkan   membutuhkan   waktu    gerak.    Penari    bergerak
menggunakan bagian anggota tubuh dengan cara berpindah tempat, berubah posisi, dan merubah kedudukan tubuh membutuhkan waktu.
Kebutuhan waktu yang diperlukan untuk perpindahan, perubahan posisi, dan perubahan kedudukan tubuh membutuhkan  waktu.  Perubahan  gerak,  perpindahan  tempat, dan penempatan kedudukan sikap tubuh ekuivalen dengan kebutuhan waktu yang dapat dijelaskan melalui   cepat-lambat, panjang-pendek, dan banyak-sedikit gerakan dilakukan butuh di dalam proses yang terjadi. Dengan demikian waktu menjadi bagian integral dari gerakan yang dilakukan.

8. Tenaga

Dalam gerak tari yang diperagakan indikasi yang menunjukkan intensitas gerak menjadi salah satu faktor gerakan tersebut  dapat  dilakukan  dan  dihayati.  Tenaga  terwujud  melalui
kualitas gerak yang dilakukan. Pencerminan penggunaan dan pemanfaatan tenaga yang disalurkan ke dalam gerakan yang dilakukan penari merupakan bagian dari kualitas tari sesuai penghayatan tenaga. Penghasil gerak dalam hubungannya dengan penggunaan tenaga dalam mengisi gerak tari sehingga menjadi dinamis, berkekuatan, berisi, dan antiklimak merupakan cara membangun tenaga dalam menari.
Ekstensi (penegangan) dan relaksasi (pengendoran) gerak secara keseluruhan berhubungan dengan kualitas, intensitas, dan penghayatan gerak tari. Teknik mengakumulasi kualitas dan intensitas  gerak  tari  seyogyanya  dikordinasikan  melalui  perintah kerja otak secara kordinatif.

9. Ekspresi

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengekspresikan diri bergantung pada situasi psikologis yang bersangkutan dalam menghadapi berbagai masalah. Ekspresi diri manusia secara umum berbeda cara dan ungkapnannya. Ungkapan ekspresi di dalam tari lebih cenderung dimanipulasi atau sering disebut distilisasi. Perbedaan ekspresi diri secara langsung dan ekspresi tari berhubungan terletak pada perubahan psikologis pembawaan suatu karakter. Ungkapan penghayatan ekspresi diri terletak pada perbedaan ekspresi sehari-hari lebih vulgar.
Sebagai   ilustrasi,   marah,   sedih,   dan   senyum   dalam kehidupan sehari-hari dapat  diekspresikan dengan berbagai cara sesuai kepekaan diri di dalam melakukan luapan kemarahan dan rasa senyum. Dalam tari semua ungkapan yang diperagakan harus distilisasi/didistorsi, sehingga wujud ungkapannya menjadi berbeda dengan keadaan sehari-hari. Di sinilah letak pembeda cara menghayati  sebuah   ungkapan  ekspresi   diri   dan   penghayatan karakter dalam seni maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Ekspresi dalam tari lebih merupakan daya ungkap melalui tubuh ke dalam aktivitas pengalaman seseorang yang selanjutnya dikomunikasikan kepada penonton/pengamat menjadi bentuk gerakan jiwa, kehendak, emosi atas penghayatan peran yang dilakukan. Dengan demikian daya penggerak diri penari ikut menentukan penghayatan jiwa ke dalam greget (dorongan perasaan, desakan jiwa, ekspresi jiwa dalam bentuk tari yang terkendali).

SUMBER :

http://spectradancestudio.wordpress.com/2012/09/02/unsur-dasar-seni-tari/
http://zulfikart.blogspot.com/2011/10/unsur-unsur-tari.html

0 komentar "UNSUR-UNSUR DASAR SENI TARI", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment