Saturday, August 10, 2013

ASPEK ORNAMEN DALAM KRIYA - PERKEMBANGAN ORNAMEN


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Perkembangan Ornamen


Ornamen telah dikenal manusia sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Kecenderungan manusia untuk menghiasi lingkungannya merupakan naluri alamiah yang membutuhkan hadirnya keteraturan, irama, ketegangan, dan gerak. Ornamen menjadi suatu kebutuhan rohani yang tidak dapat dihapuskan begitu saja. Meskipun muncul upaya-upaya untuk memarjinalkan bahkan menyingkirkan ornamen dari kehidupan manusia, tetapi upaya-upaya tersebut hanyalah sia-sia belaka. Sampai saat ini telah meuncul jutaan bentuk dan gaya ornamen yang berkembang dari bentuk-bentuk yang sangat elementer. Dan pada perkembangannya, bentuk-bentuk dan gaya ornamen saat ini, sejalan dengan perkembangan peradaban dan selera masyarakat. Tak ada satupun artifak yang dihasilkan oleh manusia yang bebas dari ornamen. Baik disadari tau tidak oleh desainernya penerapan unsur-unsur fungsional pada benda-benda pakai atau peralatan pun bersifat ornamental.
Perhatikan ornamen pada dinding genderang perunggu, Moko, yang diproduksi oleh orang zaman prasejarah di Indonesia



Sejak awal sejarah peradaban manusia, mereka telah memiliki keinginan untuk menghiasi benda-benda yang mereka pergunakan, tempat tinggal yang mereka diami, bahkan pada tubuh mereka sendiri. Dorongan kreatif tersebut selalu muncul pada setiap periode dan di setiap peradaban dan selama ratusan bahkan ribuan tahun. Hiasan-hiasan yang mereka cipatakan dan yang mereka pergunakan untuk menghiasi lingkungannya tersebut dikenal dengan nama ornamen.

Ornamen merupakan salah satu bentuk ungkapan kreativitas umat manusia yang dimulai dengan hiasan-hiasan pada tubuh, torehan-torehan berupa garis-garis lurus, pilin (spiral), dan bentuk elementer lainnya pada gerabah, kemudian berupa hiasan-hiasan pada benda-benda buatan manusia lainnya bahkan pada bangunan (arsitektur). Bentuk ornamen bisa berupa titik-titik yang sederhana sampai ke gambaran binatang yang kompleks seperti terdapat pada ornamen bangsa Celts dan Viking, atau berupa bentuk suluran yang dinamis dari jaman Rococo. Dengan berpegang pada unsur dasar yang tidak berubah, setiap kebudayaann/peradaban telah mengembangkan kekayaan ornamennya masing-masing. Sejak jaman prasejarah (hingga kini) motif dasar ornamen telah muncul dalam ribuan variasi yang diterapkan pada gerabah dan perkakas lainnya. Pada Jaman Perunggu, mereka menggunakan lingkaran, spiral, dan meander. Sedangkan Bangsa Mesir menyukai motif lotus, dan bangsa Babylon menghias bangunan mereka dengan motif-motif binatang ditambah hiasan tepi (border) berupa motif palma dan rosette.Pada relief-relief peninggalan bangsa Persia, Hititte, dan bangsa Timur Tengah lainnya, bentuk-bentuk binatang, manusia, dan tanaman digabung menjadi suatu kesatuan ornamen yang monumental. Bangsa Yunani, Romawi, dan Etruska, menghiasi gedung dan jambangan-jambangan dengan hiasan bercorak geometrik dan alamiah (daun palma dan daun acanthus) yang sering kali keduannya digabung menjadi suatu ornamentasi yang indah. Perkembangan ornamen Ottoman yang terdapat pada mesjid-mesjid di Persia dan Timur Tengah tak bisa diabaikan keindahannya. Ajaran Islam yang melarang penggambaran mahluk hidup telah melahirkan suatu seni ornamen yang bermutu tinggi.

Ornamen (motif pilin, geometris, dan tumpal) pada bejana perunggu prasejarah ini memperlihatkan betapa pentingnya menghiasi sebuah prosuk kriya, dan hal ini telah terjadi sejak lama


Di Asia pun terdapat ornamen yang berupa “Master Piece” dari kebudayaan Asia, seperti terdapat pada Candi Borobudur, Prambanan, Ankor Vat, dan pada candi-candi di India dan pada kuil-kuil di Cina. Selain di Eropa, Afrika, dan Asia, kebudayaan yang berkembang di Amerika, seperti bangsa Maya di Yukatan, Aztec di Mexico dan Inca di Peru serta suku-suku Indian lainnya, juga mengenal seni ornamen yang berupa pola-pola geometrik maupun organik. Jaman Gothic di Eropa mewariskan ornamentasi yang berupa permainan pola-pola geometrik yang diterapkan pada jendela-jendela dan dinding katedral/gereja yang luas. Jaman Baroque dan jaman Rococo memakai ornamen dengan sangat berlebihan dan dalam bentuk-bentuk yang rumit. Ornamen tersebut diterapkan pada bangunan, pakaian, furniture, dan perkakas.

Ornamen pada dinding interior gereja Kathedral, sangat padat dan mewah

Jika kita melihat ke sekeliling kita, maka yang kita lihat adalah warna dan ornamen. Warna dan ornamen terdapat pada interior, busana, tekstil, barang cetakan, patung, lukisan, furniture, dan bahkan pada tubuh manusia.


Ketika ornamentasi mencapai puncaknya pada abad 19, ornamen disebut sebagai “a natural want”. Pada masa itu setiap arsitek atau desainer di Barat diharuskan memiliki pemahaman yang dalam mengenai „tata bahasa‟ ornamen di samping harus juga memiliki pengetahuan mengenai cara mengembangkan gaya ornamen berdasarkan suatu periode sejarah tertentu. Selain arsitek dan desainer, insinyur sipil pun diharapkan memiliki pengetahuan tentang ornamen (Durant, 1986:7).

Pada saat munculnya Modern Movement di Eropa, masa kejayaan ornamen mengalami penurunan. Ornamen sangat dijauhi dan dilecehkan. Seorang arsitek dari gerakan tersebut yang bernama H.S. Goodhart-Rendel menyatakan bahwa kegemaran manusia terhadap ornamen merupakan suatu penyakit dan harus diobati. Seorang arsitek dari Wina yang bernama Adolf Loos, pada tahun 1910 dengan pongahnya meramalkan bahwa ornamen akan terhapuskan dari kehidupan manusia. Bahkan ia menyatakan bahwa ornamen memiliki kecenderungan kriminal. Menurut pendapatnya ornamen menunjukkan watak gila-kesenangan yang menyimpang, dan gila-kesenangan ini sama dengan dorongan seksual yang rendah (Supangkat, 1998:6).Selain Goodhart-Rendel dan Loos, arsitek lainnya yang menolak ornamen ialah Le Corbusier. Penolakannya terhadap ornamen dipengaruhi oleh salah satu esai karya Loos yang dimuat pada Der Sturm pada tahun 1912. Le Corbusier memuji tulisan Loos tersebut bahkan kemudian ia membuat suatu „rumus‟ yang berbunyi “the more cultivated a people becomes, the more decoration disappears” (Le Corbusier, 1987:viii).

Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan suatu keadaan bahwa pada masa itu masyarakat Barat mencoba melepaskan ornamen dari kehidupannya. Ornamen kemudian tersingkirkan dan ia hanya menjadi sekedar hiasan permukaan yang tak memiliki nilai. Tetapi upaya untuk menyingkirkan ornamen dari kehidupan manusia adalah hal yang sia-sia. Ternyata para dokter dari Modern Movement tidak mampu menyembuhkan penyakit tersebut. Ornamen tidak dapat dengan mudah disingkirkan dari kehidupan manusia karena seperti dikatakan oleh Herbert Read bahwa ornamen merupakan suatu „psychological necessity‟ (Durant, 1986:7). Maka jika ia sudah menjadi suatu kebutuhan jiwa maka ia tak akan dengan mudah lenyap begitu saja.

Ramalan Loos yang menyatakan bahwa ornamen akan lenyap dari kehidupan manusia itu meleset, karena manusia tidak bisa melepaskan nalurinya, yaitu dorongan untuk “menghiasi” lingkungannya. Ketika Adolf menyatakan pendapatnya tersebut seorang pelukis yang bernama Kandinsky justru menyatakan hal yang bertentangan dengan pendapat Adolf Loos. Kadinsky berpendapat bahwa suatu saat nanti akan berkembang suatu ornamentasi baru. Melalui karya-karya Kandinsky, Paul Klee, Matisse, Picasso, Vasarelly, dan para seniman lainnya (terutama seniman Op Art dan Pop Art) kita dapat melihat bahwa warna dan ornamen telah menguasai dunia kita. Pendapat Loos mendapat tentangan, dan muncullah apa yang dinamakan “The Youth Style” yang dikenal juga dengan sebutan “The Vermicelli Style” yang kembali menghidupkan ornamentasi naturalistik.

Pada produk batik klasik, ornament sangat kaya, dan setiap daerah memiliki kekhasan motif ornament yang simbolistis


Tentu saja ornamen tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan manusia betapapun majunya perdaban karena dalam setiap diri manusia terdapat kemampuan kreatifitas yang dibawa sejak lahir serta suatu kebutuhan terhadap irama yang terungkapkan lewat tarian, nyanyian dan gerakan serta dalam ornamentasi. Seperti dikatakan oleh Robert Jensen dan Patricia Conway bahwa : “At the heart of the Ornamental movement is an awakening of the long-surpressed decorative impulse and a desire to reassert the legitimate pleasures that flow from that impulse.”(Durant 1986:292).

Ornamen dan Dekorasi
Kata ornamen berasal dari bahasa latin “ Ornare yang berarti “menghias sesuatu” dan Ordinare yang artinya “menata dan menyusun”. Mengenai ornamen ini, Le Corbusier pernah mengatakan bahwa “Decoration is a questionable matter, but pure, simple ornamentation is like a sign: it is a synthesis, an experience of an order! ‘Ornament’ making is a categorical discipline.” (Smeets, 1982:13). Le Corbusier membedakan antara dekorasi dengan ornamen. Menurutnya, dekorasi merupakan sesuatu hal yang harus dipertanyakan, sedangkan pembuatan ornamen merupakan disiplin yang positif.

Menurut Durant (1986:7) jika kita berusaha membeda-bedakan antara dekorasi dengan ornamen maka tidak ada satu kamus pun yang dapat membantu kita. Jika kita lihat kedua kata tersebut dalam berbagai kamus, maka yang akan kita peroleh adalah kata-kata sinonimnya saja, seperti „adornment‟ dan „embellishment‟. Bahkan kamus yang terbaik pun tidak mampu memberikan definisi yang tepat tentang kata ornamen dan dekorasi.

Ornametasi merupakan bahasa tanda yang berasal dari wilayah terdalam jiwa manusia yang telah pula menghasilkan mimicry (peniruan), gestur, lagu, dan tarian. Emosi spontan yang merupakan sifat alamiah manusia selalu mencari bentuk-bentuk yang lebih terikat (confined). Bentuk-bentuk yang terikat tetapi kasat mata tersebut terungkapkan lewat kekuatan yang tedapat pada tubuh manusia dan seluruh alam raya: desah nafas, detak jantung, pergantian siang dan malam, gelap dan terang, perubahan musim, jatuh dan bangun, pasang dan surut. Perjalanan kehidupan yang berirama dengan gerakan-gerakan naik-turun, maju-mundur tersebut merupakan kekuatan yang juga melahirkan ornamentasi (Smeets, 1982:73).

Para ahli belum berhasil mencapai kesepakatan tentang asal-usul kemunculan ornamentasi. Tetapi secara umum seringkali disimpulkan bahwa awal kemunculan ornamentasi diawali dari kebutuhan manusia untuk menghiasi tubuhnya demi alasan magis maupun demi keindahan semata. Kemudian muncul pula pendapat atas perbedaan yang sangat nyata antara ornamentasi yang naturalistik dan ornamentasi geometrik. Mereka berpendapat bahwa kaum pemburu mengekspresikan diri mereka dalam pencitraan dan ornamen yang bersifat naturalistik sedangkan bangsa yang sudah mengenal pertanian mengekspresikan diri mereka dalam bentuk-bentuk abstrak dan geometrik (Smeets, 1982: 73).

Pada awalnya motif ornamen sangatlah sederhana dan bersifat non-figuratif. Motif-motif tersebut akan mencapai efek ornamental karena adanya pengulangan. Pada budaya tertentu, motif ornamen merupakan simbol yang berkaitan dengan religi. Ketika ornamen tersebut mengalami evolusi, struktur dasarnya tidak mengalami perubahan. Misalnya saja lambang matahari dari bangsa Sumeria, Chaldea, dan Hititte yang berkembang dari simbol yang elementer kemudian menjadi pola dekoratif.

Menurut Claude Humbert (1970:12) aspek signifikansi psikologis dari motif-motif ornamental tertentu ialah pemakaian secara simbolik yang diterapkan oleh suatu budaya/perdaban tertentu. Selanjutnya ia menyatakan bahwa “The symbol completes the graphic sign by endowing it with a significance, just as verbal content completes the written sign.” Jadi makna simbolisme dari ornamen sama pentingnya dengan bentuk ornamen itu sendiri, keduanya saling berkaitan dan saling melengkapi.

Ketika Modern Movement berkembang di Barat pada tahun 1920 dan 1930 ornamen mengalami penurunan. Ornamen tidak lagi menjadi bagian yang penting dalam pengajaran seni rupa dan desain. Bagi para generasi muda Moderen masa itu pengajaran mengenai ornamen merupakan masa lalu yang monoton dan tidak mengandung tantangan.

Pada tahun 1939, berbarengan dengan pecahnya Perang Dunia II di Eropa, perkembangan Modern Movements mengalami hambatan. Walter Gropius dan Mies van der Rohe, dua orang tokoh Bauhaus Modernism terpaksa harus kabur ke Amerika Serikat. Selain itu, Erich Mendelsohn, seorang Modernist yang cukup penting juga pindah ke Amerika Serikat setelah meraih keberkasilan di Palestina. Di tempat pengungsian, tokoh-tokoh tersebut ternyata berhasil menghimpun banyak pengikut, maka Modern Movements pun berkembang dengan pesatnya di Amerika Serikat. Dengan masuknya bakat-bakat dari Eropa ke Amerika telah mendorong bangsa Amerika untuk memikirkan kemandiriannya di bidang artistik. Kemudian lahirlah Abstract Expressionism yang merupakan gerakan seni pertama yang alhir di Amerika. Gerakan tersebut berusaha melepaskan diri dari tekanan pengaruh-pengaruh internasional. Tetapi akrena gerakan tersebut mempergunakan bahasa yang bersifat pribadi dan jauh dari pengalaman-pengalaman yang bersifat umum, maka gerakan tersebut kurang emndapat sambutan.

Gerakan seni lainnya yang kemudian muncul di Amerika Serikat ialah Pop Art. Gerakan tersebut mengambil unsur-unsur yang telah akrab dengan masyrakat industri sebagai obyek pencitraannya. Dengan mengolah budaya masyarakat industri, para seniman Pop tersebut telah menempatkan diri mereka sebagai alwan dari seniman Modernist yang ortodoks. Para seniman Pop sangat menyukai kualitas dekoratif pada, sedangkan para seniman Modernist sangat membenci hal itu yang mereka anggap sebagai sesuastu yang tidak relevan. Dan ornamen pun kembali menjadi subyek pembicaraan (Durant, 1986: 290).

Kebangkitan ornamen didukung oleh berbagai peristiwa. Misalnya saja pameran yang diselenggarakan pada tahun 1952 di Zurich Kunstgewerbemuseum yang menampilkan karya-karya bergaya Art Nouveau. Pada tahun yang sama di Victoria & Albert Museum,London, diselenggarakan pameran serupa yang menampilkan karya-karya desain dari jaman Victoria dan Edwardian. Kedua pameran tersebut dilengkapi dengan katalog yang sangat berharga.

Sejak saat itu dukungan terhadap ornamen kembali kembali muncul. Berbagai buku yang mambahas tentang ornamen pun banyak diterbitkan, misalnya saja Sources of Art Nouveau karya Stephan Tchudi Madsen (1956), Art Nouveau.Art and Design at the turn of the Century karya Peter Selz dan Mildred Constantine (1959) dan The Sources of Modern Art karya Jean Casson, Emile Langui dan Nikolaus Pevsner (1962).

Pada tahun 1920 – 1930 ornamen sangat dimusuhi oleh para arsitek. Modern Movements kini mendapat serangan balik dari para arsitek. Misalnya saja Robert Venturi .Pada tahun 1966 ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul Complexity and Contradiction in Architecture. Dalam bukunya tersebut, seperti dikutip oleh Durant (1986:292), ia menyatakan bahwa:

Architects can no longer be intimidated by the puritanically moral languange of orthodox Modern architecture. I like elements which are hybris rather than ‘pure’, compromising rather than ‘clean’, distorted rather than ‘srticulated’, perverse as well as impersonal, boring as well as ‘interseting’, conventional rather than ‘designed’, accomodating rather than excluding, redundant rather than simple, vestigial as well as innovating, inconsistent and equivocal rather than direct and clear. I am for messy vitality over obvious unity.
Venturi tidak sendirian, ia juga memperoleh dukungan dari Denise Scott Brown, Steven Izenour dan para mahasiswa dari Universitas Yale. Para kritikus pun turut memberikan dukungan, misalnya saja Vincent Scully dan Charles Jencks. Bahkan Jencks menyatakan bahwa Modern Movement merupakan anti-plurallist, dan sudah tiba saatnya untuk menyingkirkan mereka secara intelektual (Durant, 1986:292).

Jika kita memiliki pemahaman tentang apa itu ornamen, kita akan melihat bahwa tidak ada satupun benda buatan manusia yang terlepas dari ornamen. Pemberian ornamen pada artifak merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari pembuatan artifak itu sendiri. Setiap bentuk artifak memerlukan struktur dan aksentuasi, pemberian ornamen pada artifak tersebut menimbulkan perasaan senang apda saat membuatnya maupun kepada orang lain yang melihatnya. Ornamen menghidupkan suatu bidang latar serta memberikan irama dan ketegangan pada permainan bentuk motif. Kehidupan itu sendiri penuh dengan dekorasi dan permainan, irama dan ketegangan; kehidupan dan gerakan hadir pada setiap wujud yang bermakna dan bernilai.

Ornamen merupakan suatu pengulangan motif tertentu, dan manusia memang menyukai pengulangan dan irama. Penciptaan ornamen merupakan sesuatu yang alamiah seperti halnya penciptaan musik dan tarian, yang mengalir dari tangan-tangan manusia yang 'hidup'. Jadi usaha melenyapkan ornamen dari kehidupan manusia merupakan suatu hal yang sangat bertentangan dengan kodrat manusia.


Evolusi lambang matahari dari bangsa Sumeria, Chaldea, dan Hititte. Menyusun tanda secara berirama kan menghasilkan ornamen.



Ornamen Alamiah pada Kulit Kerang


Ornamen alamiah pada bulu unggas



Karya Vasarely . Megolah geometri dan matematik merupakan titik awal para seniman "Op" dalam berkarya


Karya Peter Struycken. Dia telah menemukan suatu metodolgi dalam penciptaan karya seni, yaitu kesederhanaan dan kesalingterhubungan (interrelationships)


Karya Paul Klee (kiri) dan Hnery Matisse (kanan) yang memiliki karakter ornamental yang kuat


Tattoo pada wajah pria suku Maori

Perlengkapan minum tem yang menerapkan ornamen geometris, berupa garis-garis vertikal

Ornamen suku Bakubas, Congo


Ornamen dari masa Pra-Columbus, Mitla, Mexico


Ornamen pada kendi dari Sumatera



Jika ditelaah terhadap beragam produk kriya yang memiliki ornamen, maka ornament tersebut sangat memegang peranan dan fungsi penting sebagai nilai estetis produk kriya tersebut. Ornamen dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu organis dan nonorganis. Yang organis adalah yang motifnya berawal dari pengolahan bentuk-bentuk natural (alami: stilasi, deformasi bentuk alam), dan nonorganis yang tidak betrsumber dari bentuk alam (geometris, abstrak).

Perhatikan gambar contoh berikut ini, ornamen organis, stilasi dari alam/mahluk hidup (flora);




Contoh berikut adalah ornamen stilasi fauna dan manusia:

Perhatikan motif stilasi mahluk hidup (manusia) pada relief dinding candi. Ornamen ini lebih menekankan pada aspek cerita yang simbolistis

 
Contoh ornamen yang geometris dan abstrak






Ornamen dalam Kriya

Dalam bidang kerajinan ukir istilah ornamen sudah lazim kita dengar di sekolah-sekolah. Para seniman seni ukir sering mnerapkan ornamen untuk memanifestasikan ciptaannya.

Ornamen ini mempunyai fungsi yang sangat penting dalam bidang kerajinan ukir. Umumnya ornamen ini mengambil dari beberapa motif di antaranya garis-garis geometris, tumbuh-tubuhan, binatang, manusia dan benda-benda lain. Pemahaman macam-macam bentuk ornamen juga sangat diperlukan, karena di tiap-tiap daerah di tanah air kita mempunyai karakteristik sendiri –sendiri. Demikian pula cara pelaksanaannya berbeda-beda.

Sebenarnya ornamen dapat digunakan untuk berbagai tujuan dalam bidang kerajinan antara lain :ukir kayu, logam, batik dan sebagainya. Kegunaan dari ornamen tersebut di atas adalah untuk memperindah benda-benda keperluan sehari-hari. Kalau kita meneliti candi, baik pada dinding, gapura, maupun patung-patung nya maka hampir seluruhnya dihias dengan ornamen. Untuk penjelasan selanjutnya maka akan diuraikan tentang aneka jenis ornament berdasarkan pengelompokkan bentuknya.

A. Motif Geometris
Arti motif geometris ini tidak mudah diterangkan dengan sepatah kata saja. Seringkali seorang seniman yang memahami motip ini tidak sadar akan artinya. Untuk mengetahui sedalam-dalamnya artinya, harus diselidiki kembali didalam sejarah dan harus sampai dimana di dalam pra-sejarah. Pada zaman pra-sejarah kesenian Indonesia jelas mempunyai pengaruh-pengaruh yang penting. Bila diperhatikan kesenian primitip ini, ternyata merupakan kekuatan batin. Sedangkan dasar-dasar kerohanian yang mendalam seringkali tidak terdapat pada bentuk seni yang lebih sempurna.

Kalau diselidiki motif pada berbagai bangsa dalam berbagai priode, kita selalu terharu. Untuk penyebar secara luas dalam tempat dan waktu dari motip yang sama. Sejak zaman batu telah kita dapati geometris in. biasanya motip digoreskan dalam benda-benda dari tanah liat. Ragam hias dari motip geometris ini bersifat sederhana dengan alat yang sederhana pula.



Untuk perbandingan antara bidang yang dihias dan yang tidak dihias itu, dibut sebaik-baiknya. Umpanya mengenai garis sejajar ada yang mengikuti kulit yang ada, yang sejajar dengan sumbu. Ada pula yang merupakan garis sejajar hingga terjadi motip tangga dan ada kalanya condong.

Seringkali terdapat ingkaran lingkarang kecil, ada yang berjauhan. Ada yang dihubungkan dengan garis-garis condong, ada pula mirip bentuk S yang dinamakan ragam hias pilih berganda. Datangnya disini bersama-sama dengan kebudayaan perunggu dan sejenis itu dikenal juga dalam kebudayaan perunggu.

Ragam hias tumpal sering disebut pigura terdiri dari segitiga kecil-kecil (tumpal,untu walang). Dalam seni bangunan Indonesia hindu sering kita jumpai ragam hias tumpal dalam bentuk-bentuk yang indah.


Selain itu juga masih tergolong dalam perhiasan yang bersifat geometris. Geometris ialah motif yang terdapat pada batik-batik zaman sekarang seperti ragam hias kawung (Indonesia-Hindu).


Motif batik Garutan


Motif batik menggunakan pola geometris


Perhiasasan yang geometris atau setengah ini selain tersebut selain kesenian menghias bidang-bidang pada tembok yang persegi panjang.
Lazim disebut pola-pola kertas temple yang terdapat pada candi-candi. Ragam yang tersebut semuanya itu tergolong ragam hias geometris.





B. Motif Meander dan Swastika
Dalam ragam-ragam hias di Indonesia antaranya yang terkenal yaitu meander. Meander ini motip garis-garis yang bentuk nya seperti hurup T dan diberi nama meander tegak. Adalagi bentuk meander belah ketupat.

Ragam-ragam ini dikenal dalam seni purba Yuani, karena terletak dipinggit Yuani. Hingga kini kesenian pinggir meander itu terdapat dalam seni Eropa maupun Asia Tengara juga dalam berbagai variasi.

Disamping ragam hias meander kita kenal dengan ragam swastika adalah sebagai lambing peredaran bintang-bintang. La,bang ini khususnya lambing matahari.


Dalam cara hias-menghias di Indonesia, ragam hias swastika itu biasanya dipakai untuk mengisi bidang-bidang yang terdiri dari gambar bergaris lurus. Tetapi juga swastika sendiri terdapat antara ragam luas meander. Ragam hias swastika itu ada hubungannya rapat dengan ragam hias yang disebut ragam hias kait. Dengan hal kait (pilih berganda, doble, spiral, pilin) ada yang bersambung hingga menjadi meander ikal. Meander ikal yang dihidupkan dengan roset kecil-kecil yang berdaun empat helai.

Dalam meander ikal itu menjadi bermcam-macam ragam antara lain yaitu:
  1. bentuknya menjadi meander belah ketupat dengan garis-garis lurus bentuk menjadi meander ragam pita. 
  2. bentuk menjadi meander lingkaran hingga serupa roset berdaun lima, tengahnya di buat roda.
  3. bentuk ikal kait beraneka ragam rupanya dan tergolong dalam lombang-lombang yang merupakan bentuk roda.



Bentuk ini merupakan peredaran dan perputaran planit-planit. Hal-hal tersebut diatas merupakan pemakaian suatu kebudayaan pemujaan matahari.

Dengan bentuk poros roda itu di tempatkan di tengah-tengah baling-baling kecil. Ragam roda matahari itu timbul zaman perunggu di Indonesia dan beberapa bentuk cakra senjata wisnu. Bentuk cakra yang dinyatakan dengan ruji-ruji, roda-roda pada kereta batara surya yang ditarik oleh tujuan ekor kuda dibuat serupa dengan cakra. Pujaan matahari dengan keterangan-keterangan di atas,bahwa ikal hias itu adalah lambang matahari. Di tengah-tengah bentuk matahari yang besar yang dibuat dalam jumlah cahaya tertentu. Bentuk matahari yang diletakkan di tengah-tengah itu mempunyai maksud yang praktis.




C. Motif Tumbuh-tumbuhan
Dalam perkembangan seni ukir, hiasan diambil atau dipinjam dari candi-candi peninggsebalan jaman Hindu-Budha dan sebagian lagi diambilnya dari alam (tumbuh-tumbuhan). Untuk motif ini dipilih tumbuh-tumbuhan yang mengandung arti yang mendalam. Tentang motip ini mengambil gubahan dari kangkung, kayu apu, daun lambu, terate, lung, pakis dan sebagainya. Selain hal tersebut di atas ada motif lain yaitu pohon beringin, relung gadung, daun kluwih, relung pakis, waru dan sebagainya. Daun waru sebagai lambang hidup dan kekejayaan. Jika motif ini kita teliti, yang terbanyak gunanya ialah gubahan dari relung pakis dan daun waru. Apabila bentuk relung dan daun ini disusun, dapat merupakan komposisi spiral dengan corak langsung. Kedua corak ini sanggup mengisi ruang yang tak menjemukan.

Untuk relung pakis mempunyai bentuk spiral/lingkaran-lingkaran yang berirama, memusat, dan mengandung maksud seolah-olah daun waru coraknya lengkung tajam sama juga dengan corak bunga pisang. Daun waru itu mempunyai lima penjuru antara lain yaitu :
  1. penjuru atas; 
  2. penjuru kaki tengah; 
  3. penjuru halaman tengah;
  4. penjuru kiri bawah;
  5. penjuru kanan bawah.
Atau merupakan susunan segi tiga dan segi empat.

Arti segi tiga sebagai lambang lahiriah. Hanya manusia yang hidup mempunyai lahir dan batin. Jadi kesimpulan dari daun waru, relung pakis adalah suatu benih yang hidup. Hal ini dapat juga diartikan benih karena hidup, atau gerak. Gubahan dari relung pakis dan daun waru yang selalu dimanja dan digayakan dalam seni ukir.

Ciri-ciri dari ragam hias/motif-motif pajajaran.

  1. daun pokok cembung, dan semua daun atau besar maupun kecil dibuat cembung.
  2. angkup: besar, daun besar, angkup tanggung, daun tanggung, angkup kecil, daun muda.
  3. cula : cirikhas guna menunjukan motif pejajaran.
  4. ending: daun digendong oleh daun pokok atau terubus tumbuh berdampingan dengan daun besar.
  5. simbar: untuk menambah manisnya suatu daun, simbar ini biasanya tumbuh pada daun besar, dibagian bawah daun berdampingan dengan angkup.
  6. benangan : gagang atau ter yang terletak dibagian muka ukiran.
  7. pecahan: cawanan yang memisahkan/tempat merobek suatu daun.



Ciri-ciri motif Cirebon:
  1. Cembung bercampur cekung, atau bulatan campur krawingan
  2. Benangan motif Cirebon, Pejajaran berukir mulia dan atas
  3. Angkup melengkup dan simbar melingkari benangan
  4. Macamnya daun kecil dan besar


Ciri-ciri motif Mataram:
  1. Pokok berbentuk kruwingan atas dan muka memakai ukiran, disamping itu ada juga bagian yang polos. Motif Mataram ini sifatnya mempunyai daun alam dan hidupnya bergerombol.
  2. Benangan ialah benangan timbul dan ada juga bangunan cawan melingkari ukiran muka
  3. Trubus ialah trubusan bungkuk tumbuh di bagian muka benangan dan berhenti pada bawah ukiran seolah-olah menahan uliran daun pokok
  4. pecahan berbentuk menyobek suatu daun dan memakai irama berbelok-belok


Jepara mempunyai bentuk tersendiri baik corak daun dan ragamnya. Perhatikan gambar berikut ini.
Motif Jepara Latihan




Daftar Pustaka


  • Ganda Prawira, Nanang. 2006. Pendidikan Sen Rupa PGSD. Bandung: Jurusan Pendidikan Seni Rupa UPI
  • Kempers, Bernet. 1959.AncientIndoensian Art. Amsterdam : van der Peet 
  • Holt, Claire. 1967.Art in Indonesia : Continuities and Change. New York : Cornel University Press 
  • Hoop, A.N.J. Th. A Th. Van der. 1949.Indonesische Siermotieven. Bandung, etc, : A.C.NIX 
  • Koentjaranigrat. 1983.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan 
  • Sartono Kartodirjo. 1977..Sejarah Nasional Indoensia. Jakarta : PT. Grafitas,

0 komentar "ASPEK ORNAMEN DALAM KRIYA - PERKEMBANGAN ORNAMEN", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment