بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
OPINI
Abah Nandi Wirawiri
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi benar-benar telah membawa dampak
perubahan hampir di semua aspek kehidupan manusia. Kondisi ini
menghantarkan pada kesadaran berbagai lapisan masyarakat dalam
usaha-usaha untuk memacu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dimensi persoalan sumber daya
manusia pada dasa warsa terakhir ini muncul sebagai salah satu isue
yang telah mewarnai problematika pembangunan dan pengembangan pendidikan
nasional kita. Seolah-olah mempertanyakan kembali tujuan pendidikan
yang dinilai kurang berorientasi pada realita progresivitas kebudayaan
dunia (global culture).
Salah satu prinsip dasar dalam
mengembangkan mutu pendidikan dasar dan menengah (merujuk pada penerapan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) adalah tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kalau kita serius
memahami prinsip dasar ini sangat memberi peluang kepada setiap
pendidik/guru –termasuk para pendidik seni budaya– dan sekolah untuk
menyusun dan menjabarkan sendiri kurikulum secara luas, serta berbagai
metode dan strategi dalam rangka mengimplementasikan prinsip dasar
tersebut. Dalam perkembangan situasi jaman pada saat ini sudah
selayaknya para pendidik seni budaya senantiasa aktif dan cermat
mengembangkan model/metode pembelajaran yang merupakan sebuah tantangan
tersendiri apabila disikapi dengan cara pandang holistik dan
komperhensif.
Sikap yang paling “sederhana” setidak-tidaknya
para pendidik seni budaya dituntut memiliki keinginan dalam merespon
perkembangan global culture dimana domain pendidikan seni budaya lebih
menitik beratkan pada tumbuh kembangnya sikap kritis terhadap setiap
fenomena budaya yang muncul. Lebih jauh tentunya kita menginginkan
peserta didik memiliki kemampuan dalam memanfaatkan pengetahuannya,
pengalamannya, dan bakatnya secara kreatif melalui berbagai
kegiatan/keterampilan seni budaya untuk melestarikan dan menjungjung
tinggi nilai-nilai budaya bangsa yang semakin nampak tergerus oleh
realita perkembangan zaman.
Menumbuhkan sikap kritis di pusaran arus globalisasi
Dunia yang kita pijak saat ini bukan lagi sebuah domain “budaya
manusia” maha luas yang terdapat dalam lingkaran bumi, tetapi dunia saat
ini sudah menjadi sebuah wilayah amat sempit, wilayah yang berada
dalam genggaman teknologi. Perkembangan kebudayaan dunia yang sangat
cepat telah mampu mempengaruhi kemampuan sebagian besar manusia
(masyarakat) dalam berinteraksi dengan beragam produk ilmu pengetahuan
dan teknologi, untuk kemudian menginkoroporasikannya ke dalam budayanya
sendiri. Hadirnya perangkat-perangkat (instrumen) berteknologi canggih
(high technology) untuk mempermudah akselerasi komunikasi dan mengakses
segala jenis informasi sedunia, merupakan salah satu contoh terjadinya
perkembangan kebudayaan manusia di bidang informasi-komunikasi global.
Fungsi dari perangkat teknologi yang terkait secara langsung dengan
kemajuan sistem dan pengembangan informasi dan komunikasi tersebut,
menjadi tolok ukur kebangkitan media-media massa (elektronik dan non
elektronik) dalam menjelajahi dunia.
Perkembangan media global
di tengah-tengah kehidupan umat manusia dewasa ini telah mengarahkan
pada berbagai pilihan untuk mendapatkan kepuasan, pengalaman imajinatif,
dan eksistensi ekspresitas. Kita menyadari bahwa sebagian besar
motivasi media global sesungguhnya tertuju pada pembentukan masyarakat
dunia yang terlegitimasi oleh nilai-nilai materialistis, hedonistis,
scientis. Selain itu media global mampu mengubah atau memperkuat selera
masyarakat internasional yang lebih mengedepankan pemenuhan situasi
budaya massa (mass culture) seperti hiburan, propaganda, komersial,
politik, dan sebagainya.
Menumbuhkan sikap kritis terhadap
perkembangan kebudayaan dunia salah satunya adalah kita benar-benar
terlibat dan menarik manfaat dari banjir informasi. Memilih dan
menyeleksi berbagai pengetahuan kemudian memberi makna pada sesuatu yang
sedang terjadi, dan mengambil manfaat dari berbagai pencerapan
pengetahuan tersebut, secara tidak langsung akan menggiring kita menjadi
pribadi-pribadi yang kritis tanggap terhadap berbagai fenomena budaya
di sekitar kita.
Dalam perspektif perkembangan dunia tersebut
-dengan segala produk-produk globalisasinya tentunya-, sikap kritis kita
sebagai pendidik seni budaya dirahkan dalam memacu peningkatan
pemahaman dan wawasan yang lebih prospektif. Pertama, bagaimana kita
mampu melihat peluang dalam usaha mengembangkan model/metode
pembelajaran seni dengan menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang
isue-isue yang menarik seputar seni budaya dan perkembangan teknologi
kekaryaan seni; Kedua, tidak memandang lagi bahwa seni budaya sebagai
pengetahuan “kaku/beku/baku” yang tidak bisa dikorelasikan dengan ilmu
pengetahuan lain; Ketiga, memulai menempatkan seni budaya sebagai raw
material untuk pendidikan kebangsaan, pendidikan mental/self confidence,
character building, humanisme, bahkan pendidikan entrepreneur.
Merubah stigma
Keprihatinan saya –meskipun bukan merupakan gejala umum– sering muncul
tatkala melihat eksisitensi pendidikan seni budaya di sebagian
sekolah-sekolah dasar dan menengah diibaratkan bagaikan “anak tiri” yang
kurang mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak penyelenggara pendidikan.
Kesan “mendompleng” dan hanya sebagai bagian alakadarnya dari beragam
mata pelajaran di sekolah merupakan hal yang sudah lumrah diperlihatkan.
Apalagi tidak sedikit adanya guru-guru non pendidikan seni diberi tugas
sebagai pengajar seni budaya yang lantas menjadikan problem tersendiri
dalam usaha-usaha merepresentasikan pendidikan seni budaya yang
sejatinya.
Setidak-tidaknya apa yang saya amati tersebut
melandasi sebuah pemikiran tentang bagaimana selama ini para
penyelenggara pendidikan dasar dan menengah, mungkin juga para pendidik
seni budaya, masih memahami bahwa mata pelajaran seni budaya
terkolekifkan sebagai mata pelajaran tambahan yang tidak bisa
disejajarkan dengan mata pelajaran-mata pelajaaran lainnya, sehingga
kapasitas dan frekuensinya masih amat sedikit. Kedudukan seni budaya
masih sulit ditempatkan sebagai bahan dasar (raw material) pemberdayaan
intelktual dan potensi kreatifitas peserta didik. Ungkapan yang kerap
terdengar, pendikan seni budaya hanya sebatas wadah untuk menampung
bakat-bakat peserta didik yang terpendam. Padahal harapan akan model
pendidikan yang bersifat kooperatif terhadap segala kemampuan peserta
didik menuju proses berfikir yang “bebas”, kreatif, dan inovatif sudah
tegas-tegas menjadi misi dan visi pendidikan nasional kita.
Berani merubah/meluruskan stigma minor, itulah kuncinya. Bagi para
pendidik seni budaya tentunya hal ini tidak mudah tanpa membekali diri
dengan pemahaman tentang wawasan seni budaya yang bersifat universal.
Pendidikan seni budaya harus dipahami sebagai nilai-nilai dasar ilmu
pengetahuan melalui presentasi keterampilan yang bersifat
teknis-praksis, teoritis, psikologis, yang benar-benar memerlukan
tindakan dan keberanian kreatif (creative courage). Dari sisi yang lain,
peningkatan kualitas model dialogis dan edukasi secara cerdas akan
mampu menerangkan/memberi pengertian yang tepat. Perlu dipahami kita
bersama bahwa kebanyakan model proses edukasi seni budaya yang selama
ini berlangsung di sekolah-sekolah dasar dan menengah masih bergerak
sebatas edukasi kepelatihan yang teramat kaku dan baku. Model seperti
ini sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan konsep edukasi behavioral
yang lebih menekankan kaidah fleksibelitas, responsif, aktif dan
kreatif. Sehingga sudah selayaknya dalam kondisi saat ini para pendidik
seni budaya dituntut harus sudah memulai mereinterpretasi, meredefinisi
paradigma pengajaran, sekaligus mengkoreksi atau merubah model-model
pembelajaran seni budaya yang lebih mengedepan.
Progresif dalam memperbaharui wawasan keterampilan
Suatu ketika saya bertemu dengan seorang teman yang berprofesi sebagai
pendidik/guru kesenian di sebuah Sekolah Dasar. Dalam pertemuan tersebut
tejadi perbincangan yang bagi saya amat menarik. Ia mengatakan kepada
saya bahwa dalam mengajar, kadang-kadang ia merasa amat bosan. Selain
itu ia merasa amat kesulitan dalam menentukan pilihan setiap
kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan peningkatan prestasi seni
anak didik, semisal pentas seni pada ajang perlombaan dan lain-lain.
Sebagai seorang pendidik kesenian di bidang seni musik, ia berpandangan
bahwa keterbatasan sarana alat atau media yang tersedia di sekolah
tempat ia bertugas merupakan factor penyebabnya. Tanpa adanya media
bantu atau alat yang memadai akan sulit mengaplikasikan keterampilan
yang akan diajarkan pada anak-anak didiknya. Sehingga sebagai
alternatif, setiap memberi pelajaran praktek hanya di isi dengan latihan
menyanyi saja. Kemudian saya bertanya tentang apa yang dimaksud dengan
keterbatasan sarana atau alat yang dibutuhkan tersebut, sehingga
menyebabkan ia kurang maksimal dalam memberi materi pelajaran praktek.
Saya mendapatkan jawaban yang menurut saya tidak sesederhana
pertanyaannya. Dalam pemikirannya, pengajaran keterampilan seni musik
tidak bisa lepas dari kewajiban menggunakan media bantu berstandar.
Menurutnya, kalau belajar tentang musik setidak-tidaknya anak didik
dikenalkan untuk belajar praktek memainkan/menggunakan alat musik
semisal suling diatonic, drum set, guitar, seperangkat gamelan, dan
lain-lain.
Apa yang dikemukakan teman saya tersebut memang ada
benarnya. Namun dari persoalan ini saya melihat ada sebuah masalah
krusial yang patut kita pikirkan bersama terutama bagi mereka yang
berprofesi sebagai pendidik seni budaya. Kemudian kepada teman saya
tersebut saya mencoba memberi pengertian agar ia mencoba lebih lebar
dalam mengepakan sayap pemahamannya. Bukankah musik itu bersifat
universal dan memiliki cakupan yang amat luas?. Sebaiknya memberi
pelajaran keterampilan musik adalah secara substantif bagaimana kita
mampu mengenalkan anak didik tentang penerapan unsur-unsur musikal.
Instrumen atau alat hanyalah sebatas media bantu. Wujud penerapannya
tidak terbatas pada media pokok berstandar. Alhasil berbagai alat apa
saja bisa digunakan sebagai media bantu alternatif, dan hal demikian
justru akan memacu daya kreativitas peserta didik.
Faktor
keengganan/kebekuan dalam memperbaharui wawasan keterampilan bagi
sebagian para pendidik seni budaya masih merupakan kendala personal yang
masih sering mengemuka. Disadari atau tidak, kemapanan dalam menguasai
wawasan keterampilan yang bersifat praktis, dialogis, maupun psikologis,
merupakan tolak ukur pengejawantahan profesionalisme yang siap melihat
jaman. Artinya seorang pendidik seni harus siap dan mampu melihat lebih
jauh ke depan akan prospek keahlian/keterampilan yang diajarkan kepada
peserta didik. Sehingga dalam mengajarkan keahlian tidak bersifat
stagnan/pasif berkutat pada pemahaman keterampilan praksis “pada
umumnya” semata.
Tiga unsur penting yang menurut saya perlu
dimiliki oleh para pendidik seni budaya sebagai modal dasar dalam
proses pengajaran keterampilan yang mengedepan adalah: pertama, memiliki
sense of visual art yaitu siap tanggap/merasakan/peka terhadap berbagai
munculnya berbagai gejala visual/citra estetik. Kedua, memiliki sense
of auditorial art yaitu siap tanggap terhadap munculnya berbagai gejala
audio meliput segala jenis dinamika suara/bunyi, pitch/pola titi nada,
ritme/irama, dan lain-lain yang terkait. Ketiga, memiliki sense of
kinesthetic yaitu siap tanggap terhadap munculnya berbagai jenis gerak
material, aktivitas ragawi/tubuh, emosi, koordinasi, dan sebagainya.
Kepemilikan modalitas ketiga unsur sensibility tersebut di
atas memberi peluang yang tidak terbatas bagi tindak laku pendidik seni
budaya untuk mengembangkan dan menemukan ide-ide kreatif pengajaran
keterampilan seni yang lebih prospektif dan bernilai. Bukankah kita
sepakat bahwa tantangan masa depan dengan perkembangan masyarakat dan
dunia yang semakin kompleks berimbas pada kebutuhan akan sebuah proses
pembelajaran keterampilan yang kreatif, relevan, dan kompleks pula.
Seorang pendidik seni budaya yang kreatif adalah seorang eksplorator,
lebih mencari esensialitas daripada rutinitas, tidak linier dan lateral
dalam proses berpikir melihat sebuah kebenaran, dan yang terpenting
selalu progresif dalam memperbaharui wawasan keterampilan.
SEMOGA BERMANFAAT.
Sukoharjo, di akhir tahun 2013.
Salam budaya.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Seni Rupa
dengan judul "PENDIDIK SENI BUDAYA DALAM MENYIKAPI PROGRESIVITAS KEBUDAYAAN GLOBAL". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://sen1budaya.blogspot.com/2013/12/pendidik-seni-budaya-dalam-menyikapi.html
Menarik Om sebetulnya belajar tentang seni budaya, apalagi melihat orang-orang seperti Om yang kreatif dalam kegiatan seni.
ReplyDeleteTerimakasih,,, iya, semua ilmu itu pasti menarik pak kalau dipelajari secara mendalam. Kami juga masih belajar. :)
DeleteGood Entry gan, kita sebagai manusia harus bisa mebudayakan budaya yang sudah melekat dalam lingkungan kita masing2.. Acapkali pendidikan, agama, atau masuknya budaya barat seringkali melunturkan budaya asli kita, sebagai manusia yang bijaksana kita harus bisa memilah-milah, ambil sisi positifnya.. Dan jangan ragu kita menjadi budayawan dari semua karya seni yang kita lahirkan sendiri....
DeleteSip Bu, bener banget.. Akulturasi budaya tidak menjadi masalah, yang terpenting jangan sampai filosofi budaya sendirinya luntur/hilang....
DeleteSangat pandai sekali Mas Abdul ini
Deletesangat bijak dan bisa jadi juru pendidik nantinya Mas
Hehehe, Terimakasih pak, insyaallah tentunya :)
Deleteijin nyimak :)
ReplyDeleteBerbagi Tips dan Cara Mudah
Terimakasih, Semoga bermanfaat :)
DeleteTerima kasih infonya
ReplyDeleteTerimakasih kembali, semoga bermanfaat :)
DeleteSelamat malam salam kenal Mas Abdul ijin simak artikel tentang
ReplyDeleteSeni dan Budaya Mas Abdul. kreatif dan sangat mendidikterima kasih :)
http://karristaent.blogspot.com
Salam kenal jg pak, semoga bermanfaat blognya. :)
DeleteIzin baca sob
ReplyDeletebetul,,,,betul...betul....ketiadaan sarana tidaklah harus menajdi persoalan/ masalah yang menyababkan seorang pendidik merasa kebingungan dalam memberikan materi . yang penting bagaimana menjadikan motivasi kepada peserta didik untuk kreatif........ salam untuk penulis......
ReplyDeleteBaru mengetahuinya setelah sekian lama (tulisan tahun 2013) bahwa tulisan saya dimuat di blog ini. semoga sumbangan pemikiran ini bermanfaat. terimakasih untuk admin.
ReplyDelete